20170308

TENAGA PENDIDIK PONPES MULTAZAM








Lanjut Membaca »

20170307

ROFIL PONDOK PESANTREN AL BAYAN

Kampung cigalempong desa Nameng Rangkasbitung adalah suatu wilayah perbatasan Banten Utara dan Selatan di mana Eng mendapati jenjang-jenjang pendidikan dasarnya di SD 6 yang dua yang beranjak puluhan meter dari kediaman rumahnya seperti umumnya anak-anak Rangkasbitung pada zamannya ia bertelanjang kaki menuju sekolah melewati Pematang pematang sawah dan ladang Indah sampai di tempat tujuan menuntut ilmu 
ketika tiba waktu istirahat sesekali yang berjualan permen dan balon di halaman sekolah melayani para pembeli baik dari teman-teman sekelasnya maupun dari orang-orang kampung yang di sekitar sekolahnya 

Melihat suasana kampung di sekelilingnya yang masih belakang terbelakang seorang wali kelasnya cukup beralasan bila berpesan menjelang detik-detik perpisahan kelulusan yang telah menginjak kelas 6 SD silahkan kalian lanjutkan pendidikan ke manapun yang kalian inginkan di plokshock negeri ini tapi Bila kalian sudah pintar dan dewasa sebaiknya kembali kampung halaman untuk mengabdi bagi pendidikan masyarakat kita yang masih terbelakang 
pesan pesan itu seakan mengendap ke dunia bawah sadar menjadi satu kesatuan energi dari Jejak Langkah Bapak just Ria selaku Ayahanda Eng yang kontan menyekolahkan sang anak ke daerah Gintung di wilayah utara Banten di mana di sekitar itu telah berdiri sebuah pondok pesantren yang berbasis pendidikan Gontor Jawa Timur dan dipimpin langsung oleh lulusan Darussalam Gontor Kyai Haji Ahmad Rivfai Arif 

Eeng menilai bahwa Kyai baik bukan saja berjasa di dunia pendidikan tetapi sekaligus memiliki konsep makanan yang layak diteladani oleh para penerusnya pada zamannya Ia memiliki andil yang sangat besar dalam merintis dunia Pesantren Bukan saja di wilayah Banten tetapi juga tergolong pemula di wilayah Jawa Barat 

Pondok pesantren al-bayan dibangun pada momen yang tepat sehubungan dengan pendapat berbagai tokoh masyarakat dan pemuka agama yang mengkhawatirkan pesatnya perkembangan dan perubahan zaman corak khususnya selama puluhan tahun terakhir ini mengandung benih-benih kemerosotan dan pendangkalan budaya yang cenderung Tak memiliki asas dan tegangan yang kokoh 

Kampung cigalempong yang letaknya jauh dari perkotaan tetap terimbas oleh makarnya invasi kebudayaan yang seakan terbebas dari segala ruang dan waktu fenomena ini membangkitkan para tokoh masyarakat dan pemuka agama di sekitar kampung cigalempong yang memiliki harapan bersama akan munculnya suatu lembaga pendidikan yang mudah terkontaminasi oleh arus perubahan namun justru sanggup mengilhami dan mewarnai 

Perubahan tersebut pada awalnya mereka memaklumi corak peradaban yang berkembang namun tak lepas dari suatu gugatan dan pertanyaan yang sangat mendasar perkembangan Seperti apa dan perubahan kearah mana sebelum tahun 199 dan bergantinya masa pemerintahan lama ke jaman reformasi yang telah menanam benih-benih perjuangan itu sejak ia masih menjadi guru di pesantren Dar el-qolam hingga ketika ia hadir ke tengah-tengah masyarakat nya mereka bagaikan menyambut sang patriot dan pejuang pendidikan yang memberi nuansa baru bagi pembebasan dan kemerdekaan seakan-akan suatu zaman ketika dibukanya Apakah di zaman Rasulullah 

bagian segala program multimedia dari tingkat daerah nasional hingga internasional Saya kan sudah menjadi kesatuan yang saling kait-mengait karena itu ia berangkat merintis Pesantren al-bayan serta berharap para santri yang di didiknya memiliki dedikasi dan ikut serta menjadi penyumbang dan inspirator bagi nilai-nilai moral dan etika universal 
Kini belum genap 10 tahun berdirinya pondok pesantren al-bayan bukan saja bergerak dengan pola pola pendidikan yang mengacu pada kecerdasan spiritual dan religius namun semakin merambah jangkauannya ke bidang agrobisnis sambil melatih dan mendidik para santri agar terampil berpraktek di lapangan terutama dalam pembudidayaan ikan perkebunan dan Kehutanan Selain itu dikerahkan pula berapa tenaga patih dari kalangan praktisi pertanian dan perkebunan yang berbaur dan bersahabat dengan kalangan santri sehingga pola-pola pendidikan Tidak hanya bermuara di wilayah teori semata namun diupayakan terjun dan bergaul dengan kalangan praktisi pertanian dan perkebunan tersebut 
Kelebihan kelebihan lain yang diteladani adalah merintis Pesantren al-bayan dia sanggup membebaskan biaya pendidikan bagi warga sekitar yang kurang mampu serta memberikan beasiswa kepada santri-santri yatim piatu 
Pesantren al-bayan yang berdiri di bawah naungan Yayasan Dar El Bayan santri dan dipimpin langsung oleh KH. Eeng Nurhaeni semakin melebarkan sayapnya dengan membangun lembaga pendidikan setingkat SD bahkan merencanakan pembangunan untuk perguruan tinggi yang lokasinya telah dipersiapkan di atas tanah seluas 1 hektar

Berikut Frofil Pondok Pesantren Al Bayan Rangkasbitung 

KEKUATAN DO'A

Berdo’a merupakan hubungan yang penting dengan Allah Yang Maha Besar, hal diperlukan guna menunjukkan kelemahan kita di hadapan Allah. Tuhan kita menunjukkan bahwa do’a merupakan tindakan yang penting atas bentuk penyembahan kepada-Nya berdasarkan ayat “Katakanlah: Tetapi bagaimana kamu beribadat kepada-Nya, padahal kamu sungguh mendustakan-Nya “(Surat al-Furqan, 77).
Sebenarnya, kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan Allah ada pada setiap karakter manusia, merupakan syarat penciptaan. Akan tetapi, di lain hal berdo’a merupakan hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan bagi orang beriman, namun untuk beberapa orang hal itu merupakan bentuk tindakan penyembahan yang hanya perlu diingat di waktu mereka berhadapan dengan kesulitan atau situasi yang membahayakan kehidupan mereka. Hal ini merupakan kesalahan besar karena yang paling baik adalah memohon kepada Allah Yang Maha Besar pada kedua kondisi tersebut, baik dalam kesulitan dan kemudahan untuk memohon ampunan-Nya.
Bersungguh-sungguh dalam Berdo’a.
Allah telah mempermudah hambanya untuk menemukan apapun yang ia lihat sebagai hal yang baik dan indah. Akan tetapi, fokus dalam berdo’a yang dilakukannya adalah sepenting do’a itu sendiri. Berdo’a dengan kesabaran seperti suatu kebutuhan dan harapan untuk berdoa, ketidaknyamanan akan hal tersebut dan yang paling penting dalam berdoa; bahwa kedekatan kepada Allah semakin meningkat. Semakin bersungguh-sungguh dalam berdoa membuat hamba yang berdo’a tersebut memiliki karakter dan keinginan yang semakin kuat. Orang beriman yang menunjukkan kesungguhan dalam berdoa mendapatkan banyak keuntungan seperti keyakinan yang semakin dalam, ini jauh lebih bernilai dibandingkan dengan apa yang ia inginkan/ minta. Hal ini tertulis dalam Al-Qur’an bahwa diperlukan kesungguhan dalam do’a seperti:
 “ Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh  berat, kecuali bagi orang –orang yang khusyu “ (Surat Al-Baqarah:45).
Rasulullah (SAW) telah menyatakan betapa Ia membutuhkan Allah terkadang dengan terus berdo’a bertahun-tahun dan Tuhan kita, Allah Yang Maha Pengasih,  telah memberikan apa yang ia inginkan pada di saat yang terbaik. Fakta bahwa Allah menerima semua do’a, baik itu yang terang-terangan maupun yang tersembunyi, merupakan bentuk ke-agungan-Nya dan Kerahiman-Nya. Allah tidak pernah meninggalkan sebersit apapun pemikiran yang terlintas di kepala hamba-Nya tanpa kembali lagi kepadanya, Akan tetapi “ menerima do’a” tidak berarti sesuatu terjadi seperti yang diminta karena terkadang seseorang mungkin saja meminta sesuatu yang membahayakan dirinya sendiri. Allah SWT mengungkapkan hal tersebut sebagai berikut:
“Dan manusia mendo’a untuk kejahatan sebagaimana ia mendo’a untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.”
(Surat Al-Isra:11).





Lanjut Membaca »

DENGARKAN HATI NURANIMU

Sebelum suatu keputusan yang harus kita ambil, kita mendengarkan suara yang menunjukkan  dan mengarahkan kita kepada pilihan yang tepat. Sejak awal kita bangun di pagi hari, kemanapun kita pergi dan apapun yang kita kerjakan, suara tersebut selalu menemani kita.
Tak ada seorang pun yang dapat mendengarkannya akan tetapi suara tersebut berbicara kepada kita tentang keadilan, nilai moral, kerendahan hati, kejujuran,ketulusan, secara singkat apapun yang memang baik.
Suara-suara tersebut yang menunjukkan kita dan memerintahkan kita untuk melakukan apa yang baik dan benar adalah suara hati nurani. Dalam salah satu ayat Qur'an, Allah SWT berfirman “dua jalur” (Qur'an, 90:10). Dengan kata lain, sebagai tambahan suatu suara yang memanggil kebaikan, satunya lagi memanggil kejahatan. Mengetahui keduanya, ada orang yang mengikuti jalan Tuhan, hati nurani mereka, atau mengikuti kejahatan, setan.
Allah SWT juga mengungkapkan dalam Al-Qur'an bahwa ia menampakkan kejahatan dan cara melindungi diri dari kejahatan tersebut: Demi jiwa dan penyempurnaan ciptaannnya , maka ia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaan. (Qur’an, 91:7-8).
Kata “ kejahatan” artinya “ dosa dan ketidakpatuhan, tidak beriman,pengabaian dari kebenaran, rutuhnya moral dan lawan dari kesalehan (Qur'an : 91:7-8). Dalam kata lain, konsep kejahatan termasuk semua atribut negatif keinginan syahwat yang rendah. Intinya , itu merupakan lawan dari hati nurani.
serta apa yang diatur olehnya dan menginspirasiinya dengan.....atau rasa kasihan (Qur'an 91:7-8) kata “perbuatan jahat” artinya adalah 'dosa dan pembangkangan, tidak beriman, sebagai lawan dari patuh:. Dalam kata lain, konsep dari depravity termasuk di dalamnya segala bentuk atribut dari manusia yang hina, artinya, segala sesuatu yang berkebalikan dari hati nurani.
Suara hati nurani ini adalah inspirasi dari Allah SWT kepada semua orang, satu bentuk wahyu, dalam kata lain: Dalam hal dimaksud, pada setiap makhluk hidup, menerima wahyu, meskipun bukan dalam bentuk secara langsung.Kebalikannya bahwa wahyu yang ditujukan kepada Nabi, secara alami berada di dalam di hati, diinspirasikan ke dalam hatinya. Allah berfirmandi dalam Al-Qur'an, bahwa Ia mengirimkan wahyu kepada makhluk hidup: Tuhanmu memberi wahyu kepada lebah: Buatlah sarang di pegunungan dan di pepohonan dan juga di bangunan yang dibuat oleh manusia (Qur'an , 16 ; 68).
Melalui wahyu, Allah SWT menginspirasi lebah bagaimana membangun sarang dan bagaimana mencari makanan. Ia menunjukkan kepada semut bagaimanan mereka membuat koloni, bagaimana merawat anak-anak semut dan bagaimana membangun kota semut yang menakjubkan. Saat ia tunjukkan dalam ayatnya, semua makhluk hidup bergerak dan bagaimana apa yang  harus dikerjakan berdasarkan petunjuk Allah.
Satu ayat terdapat di dalam Al Qur'an atas perihal yang berkaitan dengan Ibu dari Nabi Musa (AS); kami tunjukan kepada Ibunda Musa, “ Susuilah ia dan apabila kamu khawatir terhadapnya,  maka hanyutkanlah ia ke sungai (Nil). Dan janganlah engkau takut dan jangan (pula) bersedih hati, sesungguhnya kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya salah seorang rasul. (Qur'an, 28:7).
Seperti terulis dalam ayat tersebut, Allah memberi petunjuk kepada hati Ibunda Nabi Musa (SA),dengan cara melindunginya. Untuk membuatnya merasa tenang, Ia juga menunjukan bagaimana anaknya nanti akan dikembalikan lagi kepadanya. Dalam ayat lainnya, Allah menggambarkan bagaimana Ia memberikan wahyu kepada murid Nabi Isa (as)  untuk menggantikan Nabi Isa (as) “ dan ketika Aku memberi petunjuk kepadanya para murid Isa (as) untuk memiliki keyakinan/iman kepada dan kenabian Isa (as), mereka berkata “ Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai Rasul) bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (muslim) “(Qur'an 5 :111).
Berkah yang membedakan antara yang benar dan yang salah.
Inspirasi dari Allah adalah berkah yang mengarahkan orang-orang beriman untuk kebaikan dan memungkinkan mereka untuk membedakan antara kebenaran dan kejahatan.
Karena Hati Nurani diinspirasikan oleh Allah, itu lumrah bagi semua orang dan dengan hati nurani, Allah memperlihatkan kepada semua orang perilaku yang paling baik dan paling mulia yang membuat Allah berkenan.  Akan tetapi manusia lemah dan termakan oleh keinginan rendah mereka dan akhirnya mengikuti jalan setan. Tipe manusia ini memiliki karakterisitik yang mengejutkan secara umum. Seperti mereka tidak menyukai sesuatu yang halal.
Mereka lebih suka menggunakan penghasilan yang tidak halal dan melanggar hukum, memperoleh makanan dan minuman melalui mencuri daripada  mencari yang halal atau berani melanggar aturan atau hukum daripada merasa ridha diatur oleh aturan.Bertindak melanggar hukum menjadi jalan pintas mencapai tujuan bagi orang-orang yang memilih untuk tidak mendengarkan suara hati nurani mereka.Tetapi Allah menyukai orang-orang yang hidup sesuai aturan Illahi, yang memperhatikan dan menggunakan hati nurani mereka.
Orang -orang yang hidup dari melawan hukum, berlawanan dengan hati nurani mereka, akan membawa banyak tanda yang menunjukkan perilaku yang tidak baik dan  tidak jujur, dan perilaku buruk mereka terpancar di wajah mereka yang kusam. Orang-orang dengan pikiran dan tampilan terselubung mereka, perilaku mereka tidak seimbang dan mereka tak akan pernah merasakan kebahagiaan.
Apabila seseorang itu jujur dan tetap tulus mengikuti hati nuraninya, maka ia pun akan juga menjadi orang  yang seimbang.
Seseorang yang berperilaku sejalan dengan hati nuraninya akan mengetahui bagaimana menghindari setan dan selalu berperilaku benar. Akan tetapi, perintah dari hati nurani seseorang mungkin akan beberapa kali mengalami konflik dengan kecenderungan dasarnya, seorang yang memiliki iman yang kuat akan mengubah konflik dengan mempertimbangkan mengikuti hati nuraninya. Mereka yang mengikuti nafsu rendahnya, akan tetapi muncul dengan segala macam alasan untuk menghindari mengikuti hati nurani mereka, meskipun mereka tahu bahwa itu merupakan hal terbaik dan paling sesuai.
Sebagai contoh, seseorang yang tidak menggunakan hati nuraninya mungkin tidak akan mencari pertolongan untuk korban kecelakaan, hanya karena merasa takut, harus bertanggung jawab atas kecelakaan yang mungkin malah membuatnya ditangkap oleh polisi.
Akan tetapi orang yang dengan hati nurani yang kuat akan menghadapi segala macam risiko membantu orang tersebut dan memberikan pertolongan, dan tak akan pernah menemukan alasan untuk tidak melakukan hal tersebut. Seseorang yang mengetahui di dalam hati nuraninya, bahwa apabila ia gagal menolong orang tersebut di saat ia memiliki peluang untuk melakukannya, maka ia akan bertanggungjawab atas kematian korban kecelakaan tersebut.
Bahkan manusia menjadi saksi atas dirinya sendiri, dan meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya. (Qur’an, 75: 14-15).
Dari awal merupakan hati nurani, semua orang bertanggungjawab memanfaatkan sebaik mungkin berkah dari Allah yang diberikan kepada hati nuraninya. Seseorang yang ingin memulai pemahaman atas apa yang terjadi dalam hidupnya, dan  memiliki kekuatan untuk menghakimi, juga memiliki kemampuan untuk membedakan antara keinginan syahwat dan hati nurani, dan ia akan memperhatikan hati nurani tersebut.
Marilah kita tidak melupakan bahwasannya kita semua bertanggung jawab atas semua keputusan kita, tindakan, dan kata-kata kita, yang nanti akan dipertanyakan pada hari pembalasan, dimana orang-orang tersebut yang percaya/setia dengan hati nuraniya, petunjuk yang diberikan kepada hatinya, akan dihadiahkan surga yang abadi.

20170306

BERFIKIR SEJAK ANDA BANGUN TIDUR

HARUN YAHYA
 
Tidak diperlukan kondisi khusus bagi seseorang untuk memulai berpikir. Bahkan bagi orang yang baru saja bangun tidur di pagi hari pun terdapat banyak sekali hal-hal yang dapat mendorongnya berpikir.
Terpampang sebuah hari yang panjang dihadapan seseorang yang baru saja bangun dari pembaringannya di pagi hari. Sebuah hari dimana rasa capai atau kantuk seakan telah sirna. Ia siap untuk memulai harinya. Ketika berpikir akan hal ini, ia teringat sebuah firman Allah:
"Dialah yang menjadikan untukmu malam (sebagai) pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha." (QS. Al-Furqaan, 25: 47)
Setelah membasuh muka dan mandi, ia merasa benar-benar terjaga dan berada dalam kesadarannya secara penuh. Sekarang ia siap untuk berpikir tentang berbagai persoalan yang bermanfaat untuknya. Banyak hal lain yang lebih penting untuk dipikirkan dari sekedar memikirkan makanan apa yang dipunyainya untuk sarapan pagi atau pukul berapa ia harus berangkat dari rumah. Dan pertama kali ia harus memikirkan tentang hal yang lebih penting ini.
Pertama-tama, bagaimana ia mampu bangun di pagi hari adalah sebuah keajaiban yang luar biasa. Kendatipun telah kehilangan kesadaran sama sekali sewaktu tidur, namun di keesokan harinya ia kembali lagi kepada kesadaran dan kepribadiannya. Jantungnya berdetak, ia dapat bernapas, berbicara dan melihat. Padahal di saat ia pergi tidur, tidak ada jaminan bahwa semua hal ini akan kembali seperti sediakala di pagi harinya. Tidak pula ia mengalami musibah apapun malam itu. Misalnya, kealpaan tetangga yang tinggal di sebelah rumah dapat menyebabkan kebocoran gas yang dapat meledak dan membangunkannya malam itu. Sebuah bencana alam yang dapat merenggut nyawanya dapat saja terjadi di daerah tempat tinggalnya.
Ia mungkin saja mengalami masalah dengan fisiknya. Sebagai contoh, bisa saja ia bangun tidur dengan rasa sakit yang luar biasa pada ginjal atau kepalanya. Namun tak satupun ini terjadi dan ia bangun tidur dalam keadaan selamat dan sehat. Memikirkan yang demikian mendorongnya untuk berterima kasih kepada Allah atas kasih sayang dan penjagaan yang diberikan-Nya.
Memulai hari yang baru dengan kesehatan yang prima memiliki makna bahwa Allah kembali memberikan seseorang sebuah kesempatan yang dapat dipergunakannya untuk mendapatkan keberuntungan yang lebih baik di akhirat. Ingat akan semua ini, maka sikap yang paling sesuai adalah menghabiskan waktu di hari itu dengan cara yang diridhai Allah.
Sebelum segala sesuatu yang lain, seseorang pertama kali hendaknya merencanakan dan sibuk memikirkan hal-hal semacam ini. Titik awal dalam mendapatkan keridhaan Allah adalah dengan memohon kepada Allah agar memudahkannya dalam mengatasi masalah ini. Doa Nabi Sulaiman adalah tauladan yang baik bagi orang-orang yang beriman: "Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri ni'mat Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh" (QS. An-Naml, 27 : 19)
Bagaimana kelemahan manusia mendorong seseorang untuk berpikir?Tubuh manusia yang demikian lemah ketika baru saja bangun dari tidur dapat mendorong manusia untuk berpikir: setiap pagi ia harus membasuh muka dan menggosok gigi. Sadar akan hal ini, ia pun merenungkan tentang kelemahan-kelemahannya yang lain. Keharusannya untuk mandi setiap hari, penampilannya yang akan terlihat mengerikan jika tubuhnya tidak ditutupi oleh kulit ari, dan ketidakmampuannya menahan rasa kantuk, lapar dan dahaga, semuanya adalah bukti-bukti tentang kelemahan dirinya.
"Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa." (QS. Ar-Ruum, 30: 54)
Bagi orang yang telah berusia lanjut, bayangan dirinya di dalam cermin dapat memunculkan beragam pikiran dalam benaknya. Ketika menginjak usia dua dekade dari masa hidupnya, tanda-tanda proses penuaan telah terlihat di wajahya. Di usia yang ketigapuluhan, lipatan-lipatan kulit mulai kelihatan di bawah kelopak mata dan di sekitar mulutnya, kulitnya tidak lagi mulus sebagaimana sebelumnya, perubahan bentuk fisik terlihat di sebagian besar tubuhnya. Ketika memasuki usia yang semakin senja, rambutnya memutih dan tangannya menjadi rapuh.

Bagi orang yang berpikir tentang hal ini, usia senja adalah peristiwa yang paling nyata yang menunjukkan sifat fana dari kehidupan dunia dan mencegahnya dari kecintaan dan kerakusan akan dunia. Orang yang memasuki usia tua memahami bahwa detik-detik menuju kematian telah dekat. Jasadnya mengalami proses penuaan dan sedang dalam proses meninggalkan dunia ini. Tubuhnya sedikit demi sedikit mulai melemah kendatipun ruhnya tidaklah berubah menjadi tua. Sebagian besar manusia sangat terpukau oleh ketampanan atau merasa rendah dikarenakan keburukan wajah mereka semasa masih muda.

Pada umumnya, manusia yang dahulunya berwajah tampan ataupun cantik bersikap arogan, sebaliknya yang di masa lalu berwajah tidak menarik merasa rendah diri dan tidak bahagia. Proses penuaan adalah bukti nyata yang menunjukkan sifat sementara dari kecantikan atau keburukan penampilan seseorang. Sehingga dapat diterima dan masuk akal jika yang dinilai dan dibalas oleh Allah adalah akhlaq baik beserta komitmen yang diperlihatkan seseorang kepada Allah.
Setiap saat ketika menghadapi segala kelemahannya manusia berpikir bahwa satu-satunya Zat Yang Maha Sempurna dan Maha Besar serta jauh dari segala ketidaksempurnaan adalah Allah, dan iapun mengagungkan kebesaran Allah. Allah menciptakan setiap kelemahan manusia dengan sebuah tujuan ataupun makna. Termasuk dalam tujuan ini adalah agar manusia tidak terlalu cinta kepada kehidupan dunia, dan tidak terpedaya dengan segala yang mereka punyai dalam kehidupan dunia. Seseorang yang mampu memahami hal ini dengan berpikir akan mendambakan agar Allah menciptakan dirinya di akhirat kelak bebas dari segala kelemahan.
Segala kelemahan manusia mengingatkan akan satu hal yang menarik untuk direnungkan: tanaman mawar yang muncul dan tumbuh dari tanah yang hitam ternyata memiliki bau yang demikian harum. Sebaliknya, bau yang sangat tidak sedap muncul dari orang yang tidak merawat tubuhnya. Khususnya bagi mereka yang sombong dan membanggakan diri, ini adalah sesuatu yang seharusnya mereka pikirkan dan ambil pelajaran darinya.
DIAMBIL DARI "BAGAIMANA SEORANG MUSLIM BERPIKIR?"
KARYA HARUN YAHYA, ROBBANI PRESS, INDONESIA, 2000

BERFIKIR SECARA MENDALAM

Banyak yang beranggapan bahwa untuk "berpikir secara mendalam", seseorang perlu memegang kepala dengan kedua telapak tangannya, dan menyendiri di sebuah ruangan yang sunyi, jauh dari keramaian dan segala urusan yang ada. Sungguh, mereka telah menganggap "berpikir secara mendalam" sebagai sesuatu yang memberatkan dan menyusahkan. Mereka berkesimpulan bahwa pekerjaan ini hanyalah untuk kalangan "filosof".
Padahal, sebagaimana telah disebutkan dalam pendahuluan, Allah mewajibkan manusia untuk berpikir secara mendalam atau merenung. Allah berfirman bahwa Al-Qur'an diturunkan kepada manusia untuk dipikirkan atau direnungkan:
"Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu, penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan (merenungkan) ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran" (QS. Shaad, 38: 29).
Yang ditekankan di sini adalah bahwa setiap orang hendaknya berusaha secara ikhlas sekuat tenaga dalam meningkatkan kemampuan dan kedalaman berpikir.
Sebaliknya, orang-orang yang tidak mau berusaha untuk berpikir mendalam akan terus-menerus hidup dalam kelalaian yang sangat. Kata kelalaian mengandung arti
"ketidakpedulian (tetapi bukan melupakan), meninggalkan, dalam kekeliruan, tidak menghiraukan, dalam kecerobohan". Kelalaian manusia yang tidak berpikir adalah akibat melupakan atau secara sengaja tidak menghiraukan tujuan penciptaan diri mereka serta kebenaran ajaran agama. Ini adalah jalan hidup yang sangat berbahaya yang dapat menghantarkan seseorang ke neraka. Berkenaan dengan hal tersebut, Allah memperingatkan manusia agar tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang lalai:
"Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai." (QS. Al-A'raaf, 7: 205)
"Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputus. Dan mereka dalam kelalaian dan mereka tidak (pula) beriman." (QS. Maryam, 19: 39)
Dalam Al-Qur'an, Allah menyebutkan tentang mereka yang berpikir secara sadar, kemudian merenung dan pada akhirnya sampai kepada kebenaran yang menjadikan mereka takut kepada Allah. Sebaliknya, Allah juga menyatakan bahwa orang-orang yang mengikuti para pendahulu mereka secara taklid buta tanpa berpikir, ataupun hanya sekedar mengikuti kebiasaan yang ada, berada dalam kekeliruan. Ketika ditanya, para pengekor yang tidak mau berpikir tersebut akan menjawab bahwa mereka adalah orang-orang yang menjalankan agama dan beriman kepada Allah. Tetapi karena tidak berpikir, mereka sekedar melakukan ibadah dan aktifitas hidup tanpa disertai rasa takut kepada Allah. Mentalitas golongan ini sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur'an:
Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?"
Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak ingat?"
Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya 'Arsy yang besar?"
Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak bertakwa?"
Katakanlah: "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (adzab)-Nya, jika kamu mengetahui?"
Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu (disihir)?"
"Sebenarnya Kami telah membawa kebenaran kepada mereka, dan sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta." (QS. Al-Mu'minuun, 23: 84-90)

Berpikir dapat membebaskan seseorang dari belenggu sihir
Dalam ayat di atas, Allah bertanya kepada manusia, "…maka dari jalan manakah kamu ditipu (disihir)?. Kata disihir atau tersihir di sini mempunyai makna kelumpuhan mental atau akal yang menguasai manusia secara menyeluruh. Akal yang tidak digunakan untuk berpikir berarti bahwa akal tersebut telah lumpuh, penglihatan menjadi kabur, berperilaku sebagaimana seseorang yang tidak melihat kenyataan di depan matanya, sarana yang dimiliki untuk membedakan yang benar dari yang salah menjadi lemah. Ia tidak mampu memahami sebuah kebenaran yang sederhana sekalipun. Ia tidak dapat membangkitkan kesadarannya untuk memahami peristiwa-peristiwa luar biasa yang terjadi di sekitarnya. Ia tidak mampu melihat bagian-bagian rumit dari peristiwa-peristiwa yang ada. Apa yang menyebabkan masyarakat secara keseluruhan tenggelam dalam kehidupan yang melalaikan selama ribuan tahun serta menjauhkan diri dari berpikir sehingga seolah-olah telah menjadi sebuah tradisi adalah kelumpuhan akal ini.
Pengaruh sihir yang bersifat kolektif tersebut dapat dikiaskan sebagaimana berikut:
Dibawah permukaan bumi terdapat sebuah lapisan mendidih yang dinamakan magma, padahal kerak bumi sangatlah tipis. Tebal lapisan kerak bumi dibandingkan keseluruhan bumi adalah sebagaimana tebal kulit apel dibandingkan buah apel itu sendiri. Ini berarti bahwa magma yang membara tersebut demikian dekatnya dengan kita, dibawah telapak kaki kita!
Setiap orang mengetahui bahwa di bawah permukaan bumi ada lapisan yang mendidih dengan suhu yang sangat panas, tetapi manusia tidak terlalu memikirkannya. Hal ini dikarenakan para orang tua, sanak saudara, kerabat, teman, tetangga, penulis artikel di koran yang mereka baca, produser acara-acara TV dan professor mereka di universitas tidak juga memikirkannya.
Ijinkanlah kami mengajak anda berpikir sebentar tentang masalah ini. Anggaplah seseorang yang telah kehilangan ingatan berusaha untuk mengenal sekelilingnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada setiap orang di sekitarnya. Pertama-tama ia menanyakan tempat dimana ia berada. Apakah kira-kira yang akan muncul di benaknya apabila diberitahukan bahwa di bawah tempat dia berdiri terdapat sebuah bola api mendidih yang dapat memancar dan berhamburan dari permukaan bumi pada saat terjadi gempa yang hebat atau gunung meletus? Mari kita berbicara lebih jauh dan anggaplah orang ini telah diberitahu bahwa bumi tempat ia berada hanyalah sebuah planet kecil yang mengapung dalam ruang yang sangat luas, gelap dan hampa yang disebut ruang angkasa. Ruang angkasa ini memiliki potensi bahaya yang lebih besar dibandingkan materi bumi tersebut, misalnya: meteor-meteor dengan berat berton-ton yang bergerak dengan leluasa di dalamnya. Bukan tidak mungkin meteor-meteor tersebut bergerak ke arah bumi dan kemudian menabraknya.
Mustahil orang ini mampu untuk tidak berpikir sedetikpun ketika berada di tempat yang penuh dengan bahaya yang setiap saat mengancam jiwanya. Ia pun akan berpikir pula bagaimana mungkin manusia dapat hidup dalam sebuah planet yang sebenarnya senantiasa berada di ujung tanduk, sangat rapuh dan membahayakan nyawanya. Ia lalu sadar bahwa kondisi ini hanya terjadi karena adanya sebuah sistim yang sempurna tanpa cacat sedikitpun. Kendatipun bumi, tempat ia tinggal, memiliki bahaya yang luar biasa besarnya, namun padanya terdapat sistim keseimbangan yang sangat akurat yang mampu mencegah bahaya tersebut agar tidak menimpa manusia. Seseorang yang menyadari hal ini, memahami bahwa bumi dan segala makhluk di atasnya dapat melangsungkan kehidupan dengan selamat hanya dengan kehendak Allah, disebabkan oleh adanya keseimbangan alam yang sempurna dan tanpa cacat yang diciptakan-Nya.
Contoh di atas hanyalah satu diantara jutaan, atau bahkan trilyunan contoh-contoh yang hendaknya direnungkan oleh manusia. Di bawah ini satu lagi contoh yang mudah-mudahan membantu dalam memahami bagaimana "kondisi lalai" dapat mempengaruhi sarana berpikir manusia dan melumpuhkan kemampuan akalnya.
Manusia mengetahui bahwa kehidupan di dunia berlalu dan berakhir sangat cepat. Anehnya, masih saja mereka bertingkah laku seolah-olah mereka tidak akan pernah meninggalkan dunia. Mereka melakukan pekerjaan seakan-akan di dunia tidak ada kematian. Sungguh, ini adalah sebuah bentuk sihir atau mantra yang terwariskan secara turun-temurun. Keadaan ini berpengaruh sedemikian besarnya sehingga ketika ada yang berbicara tentang kematian, orang-orang dengan segera menghentikan topik tersebut karena takut kehilangan sihir yang selama ini membelenggu mereka dan tidak berani menghadapi kenyataan tersebut. Orang yang mengabiskan seluruh hidupnya untuk membeli rumah yang bagus, penginapan musim panas, mobil dan kemudian menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah yang bagus, tidak ingin berpikir bahwa pada suatu hari mereka akan mati dan tidak akan dapat membawa mobil, rumah, ataupun anak-anak beserta mereka. Akibatnya, daripada melakukan sesuatu untuk kehidupan yang hakiki setelah mati, mereka memilih untuk tidak berpikir tentang kematian.
Namun, cepat atau lambat setiap manusia pasti akan menemui ajalnya. Setelah itu, percaya atau tidak, setiap orang akan memulai sebuah kehidupan yang kekal. Apakah kehidupannya yang abadi tersebut berlangsung di surga atau di neraka, tergantung dari amal perbuatan selama hidupnya yang singkat di dunia. Karena hal ini adalah sebuah kebenaran yang pasti akan terjadi, maka satu-satunya alasan mengapa manusia bertingkah laku seolah-olah mati itu tidak ada adalah sihir yang telah menutup atau membelenggu mereka akibat tidak berpikir dan merenung.
Orang-orang yang tidak dapat membebaskan diri mereka dari sihir dengan cara berpikir, yang mengakibatkan mereka berada dalam kelalaian, akan melihat kebenaran dengan mata kepala mereka sendiri setelah mereka mati, sebagaimana yang diberitakan Allah kepada kita dalam Al-Qur'an :
"Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam." (QS. Qaaf, 50: 22)
Dalam ayat di atas penglihatan seseorang menjadi kabur akibat tidak mau berpikir, akan tetapi penglihatannya menjadi tajam setelah ia dibangkitkan dari alam kubur dan ketika mempertanggung jawabkan segala amal perbuatannya di akhirat.
Perlu digaris bawahi bahwa manusia mungkin saja membiarkan dirinya secara sengaja untuk dibelenggu oleh sihir tersebut. Mereka beranggapan bahwa dengan melakukan hal ini mereka akan hidup dengan tentram. Syukurlah bahwa ternyata sangat mudah bagi seseorang untuk merubah kondisi yang demikian serta melenyapkan kelumpuhan mental atau akalnya, sehingga ia dapat hidup dalam kesadaran untuk mengetahui kenyataan. Allah telah memberikan jalan keluar kepada manusia; manusia yang merenung dan berpikir akan mampu melepaskan diri dari belenggu sihir pada saat mereka masih di dunia. Selanjutnya, ia akan memahami tujuan dan makna yang hakiki dari segala peristiwa yang ada. Ia pun akan mampu memahami kebijaksanaan dari apapun yang Allah ciptakan setiap saat.
Seseorang dapat berpikir kapanpun dan dimanapun
Berpikir tidaklah memerlukan waktu, tempat ataupun kondisi khusus. Seseorang dapat berpikir sambil berjalan di jalan raya, ketika pergi ke kantor, mengemudi mobil, bekerja di depan komputer, menghadiri pertemuan dengan rekan-rekan, melihat TV ataupun ketika sedang makan siang.
Misalnya: di saat sedang mengemudi mobil, seseorang melihat ratusan orang berada di luar. Ketika menyaksikan mereka, ia terdorong untuk berpikir tentang berbagai macam hal. Dalam benaknya tergambar penampilan fisik dari ratusan orang yang sedang disaksikannya yang sama sekali berbeda satu sama lain. Tak satupun diantara mereka yang mirip dengan yang lain. Sungguh menakjubkan: kendatipun orang-orang ini memiliki anggota tubuh yang sama, misalnya sama-sama mempunyai mata, alis, bulu mata, tangan, lengan, kaki, mulut dan hidung; tetapi mereka terlihat sangat berbeda satu sama lain. Ketika berpikir sedikit mendalam, ia akan teringat bahwa:
Allah telah menciptakan bilyunan manusia selama ribuan tahun, semuanya berbeda satu dengan yang lain. Ini adalah bukti nyata tentang ke Maha Perkasaan dan ke Maha Besaran Allah.
Menyaksikan manusia yang sedang lalu lalang dan bergegas menuju tempat tujuan mereka masing-masing, dapat memunculkan beragam pikiran di benak seseorang. Ketika pertama kali memandang, muncul di pikirannya: manusia yang jumlahnya banyak ini terdiri atas individu-individu yang khas dan unik. Tiap individu memiliki dunia, keinginan, rencana, cara hidup, hal-hal yang membuatnya bahagia atau sedih, serta perasaannya sendiri. Secara umum, setiap manusia dilahirkan, tumbuh besar dan dewasa, mendapatkan pendidikan, mencari pekerjaan, bekerja, menikah, mempunyai anak, menyekolahkan dan menikahkan anak-anaknya, menjadi tua, menjadi nenek atau kakek dan pada akhirnya meninggal dunia. Dilihat dari sudut pandang ini, ternyata perjalanan hidup semua manusia tidaklah jauh berbeda; tidak terlalu penting apakah ia hidup di perkampungan di kota Istanbul atau di kota besar seperti Mexico, tidak ada bedanya sedikitpun. Semua orang suatu saat pasti akan mati, seratus tahun lagi mungkin tak satupun dari orang-orang tersebut yang akan masih hidup. Menyadari kenyataan ini, seseorang akan berpikir dan bertanya kepada dirinya sendiri: "Jika kita semua suatu hari akan mati, lalu apakah gerangan yang menyebabkan manusia bertingkah laku seakan-akan mereka tak akan pernah meninggalkan dunia ini? Seseorang yang akan mati sudah sepatutnya beramal secara sungguh-sungguh untuk kehidupannya setelah mati; tetapi mengapa hampir semua manusia berkelakuan seolah-olah hidup mereka di dunia tak akan pernah berakhir?"
Orang yang memikirkan hal-hal semacam ini lah yang dinamakan orang yang berpikir dan mencapai kesimpulan yang sangat bermakna dari apa yang ia pikirkan.
Sebagian besar manusia tidak berpikir tentang masalah kematian dan apa yang terjadi setelahnya. Ketika mendadak ditanya,"Apakah yang sedang anda pikirkan saat ini?", maka akan terlihat bahwa mereka sedang memikirkan segala sesuatu yang sebenarnya tidak perlu untuk dipikirkan, sehingga tidak akan banyak manfaatnya bagi mereka. Namun, seseorang bisa juga "berpikir" hal-hal yang "bermakna", "penuh hikmah" dan "penting" setiap saat semenjak bangun tidur hingga kembali ke tempat tidur, dan mengambil pelajaran ataupun kesimpulan dari apa yang dipikirkannya.
Dalam Al-Qur'an, Allah menyatakan bahwa orang-orang yang beriman memikirkan dan merenungkan secara mendalam segala kejadian yang ada dan mengambil pelajaran yang berguna dari apa yang mereka pikirkan.
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (QS. Aali 'Imraan, 3: 190-191).
Ayat di atas menyatakan bahwa oleh karena orang-orang yang beriman adalah mereka yang berpikir, maka mereka mampu melihat hal-hal yang menakjubkan dari ciptaan Allah dan mengagungkan Kebesaran, Ilmu serta Kebijaksanaan Allah.

Berpikir dengan ikhlas sambil menghadapkan diri kepada Allah
Agar sebuah perenungan menghasilkan manfaat dan seterusnya menghantarkan kepada sebuah kesimpulan yang benar, maka seseorang harus berpikir positif. Misalnya: seseorang melihat orang lain dengan penampilan fisik yang lebih baik dari dirinya. Ia lalu merasa dirinya rendah karena kekurangan yang ada pada fisiknya dibandingkan dengan orang tersebut yang tampak lebih rupawan. Atau ia merasa iri terhadap orang tersebut. Ini adalah pikiran yang tidak dikehendaki Allah. Jika ridha Allah yang dicari, maka seharusnya ia menganggap bagusnya bentuk rupa orang yang ia lihat sebagai wujud dari ciptaan Allah yang sempurna. Dengan melihat orang yang rupawan sebagai sebuah keindahan yang Allah ciptakan akan memberikannya kepuasan. Ia berdoa kepada Allah agar menambah keindahan orang tersebut di akhirat. Sedang untuk dirinya sendiri, ia juga meminta kepada Allah agar dikaruniai keindahan yang hakiki dan abadi di akhirat kelak. Hal serupa seringkali dialami oleh seorang hamba yang sedang diuji oleh Allah untuk mengetahui apakah dalam ujian tersebut ia menunjukkan perilaku serta pola pikir yang baik yang diridhai Allah atau sebaliknya.
Keberhasilan dalam menempuh ujian tersebut, yakni dalam melakukan perenungan ataupun proses berpikir yang mendatangkan kebahagiaan di akhirat, masih ditentukan oleh kemauannya dalam mengambil pelajaran atau peringatan dari apa yang ia renungkan. Karena itu, sangatlah ditekankan disini bahwa seseorang hendaknya selalu berpikir secara ikhlas sambil menghadapkan diri kepada Allah. Allah berfirman dalam Al-Qur'an :
"Dia lah yang memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Nya dan menurunkan untukmu rezki dari langit. Dan tiadalah mendapat pelajaran kecuali orang-orang yang kembali (kepada Allah)." (QS. Ghaafir, 40: 13).

DIAMBIL DARI "BAGAIMANA SEORANG MUSLIM BERPIKIR?"
KARYA HARUN YAHYA, ROBBANI PRESS, INDONESIA,

MENGATASI ANAK DIDIK PEMALU DENGAN BEBERAPA CARA EFEKTIF

Sikap pemalu pada anak-anak bisa disebabkan banyak hal.  Faktor yang paling dominan adalah pengaruh dari lingkungan sekitar terutama orang tua.   Sikap orang tua yang terlalu mengekang dan memanjakan anak sangat berpotensi menjadikan anak tumbuh dengan sifat pemalu.  Oleh karena itu untuk mengubah anak agar menjadi anak yang pemberani diperlukan peran aktif orang tua dan harus dimaksimalkan serta pola pengasuhan harus diperbaiki.
Pada dasarnya sikap pemalu adalah baik jika ia dikaitkan dengan perbuatan-perbuatan yang tidak baik.  Namun sikap pemalu akan menjadi tidak baik ketika anak tidak memiliki keberanian untuk bersosialisasi dengan orang lain ataupun anak malu untuk berbuat baik kepada orang lain.  Jika para orang tua sudah mulai menemukan beberapa ciri-ciri anak pemalu pada anaknya maka sebaiknya hal tersebut harus segera diantisipasi.

Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi anak pemalu

1. Hindari memarahi anak di khalayak umum atau teman-temannya

Ada beberapa penyebab yang membuat kita harus lebih bersabar ketika anak membuat ulah di tempat  umum.  JIka anak membuat kesalahan di tempat umum maka hal yang sebaiknya dihindari adalah memarahi anak atau melakukan tindakan kekerasan kepada anak.  Sebaiknya yang dilakukan adalah berkomunikasi kepada anak dan tanyakan penyebabnya.  Omelan dan marahan inilah yang akan membuat anak menjadi penakut.

2. Mengeluh dengan mensifati anak pemalu

Tak sedikit para orang tua yang sering mengucapkan anaknya pemalu di depan orang lain.  Biasanya hal ini terjadi ketika para orang tua saling bertemu namun para anaknya malah bersembunyi di belakang punggung orang tua.  Janganlah mengeluhkan anak dan cobalah mengajak anak untuk ikut menyapa dan berkomunikasi meskipun hanya sepatah dua patah kata.  Hati-hati dengan melabeli anak dengan sifat pemalu, karena hal itu bisa saja menjadi doa untuk anak.

3. Membangun komunikasi yang intens dengan anak

Hal ini akan lebih membantu anak untuk menyelesaikan sikap pemalunya.  Bisa jadi anak menjadi pemalu dikarenakan anak memiliki pengalaman buruk yang tidak bisa ia atasi.  Bisa jadi anak sering dibully teman-temannya ataupun sering diejek ketika ia tampil di depan.  Gali dan berikanlah solusi agar anak bisa mengatasi rasa kurang percaya dirinya.

4. Memberikan semangat kepada anak

Orang tua harus bisa memberikan support dan dukungan kepada anak.  Jika anak melakukan kegagalan maka janganlah memarahi anak.  Berilah motivasi agar anak bisa bangkit kembali.  Memberikan motivasi kepada anak bisa dengan membacakan cerita atau kisah-kisah inspiratif.

5. Mengajarkan sosialisasi kepada anak

Cara yang bisa kita lakukan yaitu dengan sering mengajak anak bertemu dengan orang lain.  Acara-acara yang melibatkan orang banyak merupakan kesempatan yang baik untuk membangun rasa berani pada anak dan mengikis secara perlahan sifat pemalu anak.  Selain itu hal yang harus dilakukan adalah memberikan kesempatan kepada anak untuk bermain bersama teman-temannya dan tidak mengekang anak di rumah.

6. Mengasah minat dan bakat anak

Hal ini penting untuk dilakukan agar anak memiliki kelebihan dibandingkan teman-temannya.  Dengan anak memiliki kelebihan maka akan membangun rasa percaya dirinya terutama di hadapan teman-temannya.  Oleh karena itu para orang tua harus bisa menemukan minat dan bakat yang dimiliki anak untuk selanjutnya kita kembangkan dan diasah.

7. Memberikan keteladanan

Anak menjadi pemalu bisa disebabkan karena sikap orang tua yang pemalu juga.  Oleh karena itu orang tua juga harus bisa bersikap berani sehingga tips-tips berani yang dimiliki orang tua bisa ditularkan kepada anak.  Anak hanyalah meniru apa yang dilihat di sekelilingnya.

Sikap pemalu pada anak harus bisa dikurangi sejak kecil agar anak bisa tumbuh secara dewasa dan memiliki sikap sosial yang baik terhadap lingkungan sekitarnya.  Cara dan tips mengatasi anak yang pemalu bisa kita terapkan dalam lingkup keluarga.

SEJARAH DAN PERAN PONDOK PESANTREN


sejarah pendidikan agama Islam yang independent, kemudian populer dengan jargon “Pesantren” sebenarnya merupakan sejarah tipologi Institusi Pendidikan Islam yang usianya sudah mencapai ratusan tahun, para ahli sejarah mencatat bahwa eksistensi pondok pesantren telah lahir jauh sebelum Republik Indonesia dibentuk. Hampir di seluruh penjuru Nusantara, terutama di pusat-pusat Kerajaan Islam telah banyak para ulama yang mendirikan pondok pesantren dan menelorkan ratusan bahkan ribuan alumni yang mumpuni di medan perjuangan masyarakat beragama.   
Sebagai Lembaga Pendidikan Islam pertama yang mendukung keberlangsungan pendidikan Nasional, Pesantren tidak hanya berkembang sebagai Lembaga yang isinya cuma ngaji dan menelaah kitab salaf melulu, sekaligus juga berperan penting bagi keberlangsungan komunitas yang mempertahankan tradisional sebagai wajah bagi keaslian budaya Indonesia, disamping Lembanganya yang bercorak pribumi (indegenous), pesantren juga mampu merekonstruksi budaya kemarut yang kian menghantam jantung ideology masyarakat Indonesia. Maka dalam Sejarahnya, perkembangan pesantren telah memainkan peran sekaligus kontribusi penting dalam pembangunan Indonesia. Sebelum Kolonial Belanda masuk ke Nusantara, pesantren tidak hanya berperan sebagai Lembaga Pendidikan yang berfungsi menyebarkan ajaran Islam sekaligus juga mengadakan perubahan-perubahan tertentu menuju keadaan masyarakat yang lebih baik (progresif). Sebagaimana tercermin dalam berbagai pengaruh pesantren bagi kelancaran kegiatan politik para raja dan pangeran di-Jawa, kegiatan perdagangan dan pembukaan pemukiman daerah baru. Di saat Penjajah Belanda menduduki Kerajaan-Kerajaan di Nusantara, pesantren malah menjelma sebagai pusat perlawanan dan pertahanan terhadap Kolonial Belanda, Inggris, dan Jepang. Bahkan, pasca kemerdekaan tahun 1959-1965, pesantren masih dikategorikan sebagai ‘Alat Revolusi’ dan ‘Bahan Peledak’ yang mampu menghancurkan kelancaran politik yang stagnan. Dan saat memasuki orde baru, pesantren dipandang sebagai ‘potensi pembangunan’ negara bagi masyarakat Indonesia.
Geneologi ideology pesantren dapat dirujuk kepada tumbuh kembangnya pesantren yang cukup panjang. Sebagai salah satu wujud entitas budaya, Pesantren ternyata mampu survive mempertahankan diri ditengah kehidupan masyarakat modern dan kebangsaan global sepanjang jaman. Awalnya, pesantren tumbuh sebagai simbol perlawanan terhadap agama dan kepercayaan poliestik, khurafat dan takhayul. Kehadiran Pesantren di tanah air selalu diawali dengan perang nilai antara “nilai putih” yang dibawa Pesantren dengan “nilai hitam” yang telah mengakar kuat dalam tradisi masyarakat Jawa. Sehingga pertarungan tersebut selalu dimenangkan pihak pesantren sekalipun sinkretisasi antara kejawen dan ajaran Islam sulit dibantahkan. Kapan dan dimana model pesantren pertama kali didirikan masih terjadi perbedaan. Ada yang mengatakan bahwa pesantren sudah ada sejak abad ke-16 M yang ditandai dengan munculnya karya-karya Jawa klasik, seperti Serat Cabolek dan Serat Centini, sejak abad ke-16 M. di Indonesia telah banyak dijumpai Lembaga-Lembaga yang mengajarkan pelbagai kitab Islam klasik dan disiplin ilmu pengetahuan Islam seperti Fiqh, Aqidah, Tasawuf, dan variable ilmu Islam yang universal. Di samping itu, ada pula yang mengatakan bahwa sistem pendidikan pesantren tak lain dan tak bukan adalah “jiplakan” dari sistem pendidikan Hindu-Budha pada abad ke-18 M. Dengan demikian, sejak abad ke 19-20, model pendidikan pesantren mulai banyak mengalami perubahan dipelbagai segi sosial sebagai konsekuensi logis dari “muncratnya trend jaman” akibat terpengaruh globalisasi. Bahkan, tidak sedikit akhir-akhir ini dari Lembaga-Lembaga Pesantren yang mulai menerjuni dunia pendidikan sebagai alternative pembangunan bangsa kearah yang lebih baik .
Tidak sedikit kontribusi yang diberikan Pesantren dalam pembangunan nation-state selama ini. Tengoklah pada masa penjajahan, Pesantren telah memainkan perlawanan dan mengambil posisi uzlah sebagai bentuk perlawanan sekaligus pertahanan dari para penjajah. Sebab dari uzlah inilah sebuah pesantren mampu mendapatkan stereotip dari Pemerintah Kolonial yang pada waktu itu dikonotasikan sebagai Lembaga Pendidikan yang semrawut, sehingga banyak orang yang tidak tahu secara jelas sampai mana batas-batas Lembaga Pendidikan Pesantren apakah sebagai Lembaga Sosial, ataukah Lembaga Penyiaran Agama. Banyak para Kyai yang kedudukannya juga ikut-ikut tidak jelas apakah peran mereka sebagai guru, pemimpin spiritual, penyiar agama ataukah sebagai pekerja social, sehingga masih banyak Lembaga Pesantren yang hingga detik ini tidak mendapat stigmatisasi pendidikan, sistem evaluasi, metode pengajaran, dan sebagainya.
Karena anggapan miris Pemerintah Kolonial pada waktu itu, maka Pesantren lebih memprioritaskan diri untuk pengajaran fiqh-sufistik daripada hal-hal yang berkaitan langsung dengan masalah keduniawian. Tentu saja prioritas ini menimbulkan kerugian sekaligus keuntungan. Keuntungannya, pesantren menjelma menjadi Lembaga Pendidikan yang berhasil mengembangkan pertahanan mental spiritualitas, solidaritas, dan kesederhanaan hidup yang kokoh. Namun di sisi lain, kerugian yang harus ditanggung pesantren ialah, pesantren seakan-akan telah terlepas dari kehidupan nyata, tidak membumi, terlalu melangit ke akhirat serta kurang mengapresiasi diri bahkan melupakan kehidupan duniawi.
Pada masa pergerakan dan persiapan kemerdekaan saja, pesantren berperan sebagai pusat perjuangan / gerilyawan seperti Hizbullah dan Sabilillah. Pada masa-masa awal pembentukan Tentara Nasional Indonesia khususnya Angkatan Darat, banyak berasal dari santri dan sedikitnya diwarnai oleh kultur santri. Banyak dari para Kyai dan pengasuh pesantren menjadi pemimpin diplomasi yang cukup piawai untuk menegakkan kemerdekaan Indonesia melalui penyusunan dasar-dasar institusi negara. Meski saat itu, Lembaga Pendidikan Pesantren masih menjadi Lembaga Pendidikan Agama yang bercorak fiqh-gnostik dan klinik sosial-keagaman masyarakat.Pada abad ke-20, pesantren mampu mereposisi diri kearah sistem pendidikan yang berorientasi ke arah masa depan dengan tanpa menghilangkan tradisi-tradisi yang baik, dengan berpedoman kepada prinsip “al-muhafadzah alâ al-qadîm ash-shalih wa al-akhd bî al-jadîd al-ashlah”. Sejak tahun 1970-an, Pesantren mulai mengidentifikasi kelemahan dan kekurangan dengan berusaha mengadaptasi dan mengakomodasi perubahan-perubahan khususnya di bidang pendidikan, perubahan pendidikan khususnya masalah pendidikan meliputi orientasi pendidikan serta aspek-aspek administrasinya, diferensiasi struktural dan ekspansi kapasitas bahkan transformasi kelulusan yang berkenaan dengan nilai, sikap, dan perilakunya. Pondok Pesantren Lirboyo yang terletak di kawasan Kota Kediri saja pada abad ke-20, mulai mengajarkan pendidikan ketrampilan di pelbagai bidang. Seperti menjahit, pertukangan, perbengkelan, peternakan, dan sebagainya.
Pendidikan ketrampilan ini diberikan dengan tujuan supaya civitas pesantren memiliki wawasan keduniawian sesuai profesi yang diinginkan melalui pendidikan ketrampilan, santri tidak hanya fasih dalam  hal-hal yang bersifat karitas atau charitable, tetapi juga professional menghadapi hal-hal yang bersifat sekuler, pragmatis, dan kalkulatif.
Dengan demikian, para sejarawan akhirnya berhasil menyimpulkan bahwa sejarah geneologi sistem pendidikan ala pesantren sebenarnya dapat ditelusuri dari era sebelum masuknya Agama Islam. Istilah pesantren yang berawal dari surau Sunan Ampel dianggap oleh sebagian ahli sejarah sebagai tonggak eksistensi awal munculnya bendera Lembaga Pendidikan Pesantren dalam rangka mentransfomasikan keilmuan dan kebangkitan Islam di Indonesia. Berawal dari tempat inilah, Pesantren menjelma sebagai Lembaga Pendidikan rakyat yang berorientasi mencetak agen-agen perubahan dan pembangunan masyarakat.
Pesantren sebagai benteng spiritual
Di samping sistem pendidikannya yang amat sederhana, di dalamnya juga terdapat interaksi sosial antara Kyai atau ustadz yang berperan penting sebagai guru bagi para santri dan telah menjadikan standar pendidikan yang cukup efektif bagi keberlangsungan sumber daya manusia. Kyai, sebagai top leader (uswah) yang menjadi pemimpin tunggal, aktif mengatur langsung komunitas yang diembannya, mulai urusan para tamu, santri baru, penentuan kitab-kitab kajian hingga berbagai aktifitas yang dijalankan dalam tubuh Pesantren. Bertambah banyaknya santri, biasanya menjadikan Kyai menunjuk santri seniornya menjadi Lurah Pondok. Melalui Lurah inilah, semua urusan Kyai didelegasikan. Sejarah metodologi pendidikan salaf semacam ini tak ayal menempatkan Pesantren sebagai “kerajaan-kerajaan kecil” (muluk al-thawaif, emiret), dimana antara satu Pesantren dengan yang lain memiliki aturan dan aktifitas yang berbeda.
Kini, seiring dengan perkembangan waktu, Lembaga yang sering disebut-sebut “tradisional” itu, memasuki era globalisasi dan milenium ketiga dan mendapat sorotan cukup tajam. Masalahnya, meski dikatakan tradisional, toh kenyataannya, Pesantren sampai sekarang masih tetap eksis, bahkan mendapat simpati dan animo masyarakat luas. Terlebih lagi dalam merespon krisis berkepanjangan di Indonesia. Hal ini tak lain karena “omongan” para ahli sejarah yang memprediksikan bahwa keberadaan Pesantren di Indonesia merupakan benteng pertahanan terakhir bagi spiritualitas Negara Kesatuan Repuplik Indonesia maupun Umat Islam di negeri ini. Harus di akui bahwa sejarah berdirinya republik ini tak lepas dari jasa para ulama alumnus pesantren, begitu pula dengan lenyapnya komunitas serta gerakan pengacau Republik Indonesia. Bagi umat Islam, melalui Pesantrenlah mereka berharap kontinuitas estafet dakwah Islam terus dilanjutkan. Hilangnya Pesantren, berarti lenyapnya para ulama (agamawan) serta orang-orang shalih. Kalau sudah demikian, maka tinggal tunggu kehancuran keindahan spiritual agama tersebut. Sungguhpun saat ini telah menjamur institusi pendidikan formal yang berlabelkan Islam, akan tetapi out-put Lembaga mereka nyata-nyatanya tidak mampu menelorkan para ulama yang menjadi pewaris para Nabi.
Apalagi jika menengok sejarah penanaman nilai-nilai moral dan metodologi pendidikan salaf bernafas religius sampai saat ini ternyata mampu membuktikan dirinya mempertahankan anak bangsa dari erosi akhlaq dan dekadensi moral. Pembentukan jati diri manusia yang ber-akhlakul karimah hingga terwujudnya insan paripurna merupakan salah satu misi Lembaga-Lembaga Pesantren Salaf di Indonesia. Sikap Kyai yang tulus, ikhlas, sabar, Tawakal (berserah diri), tawadlu’ (hormat), jujur serta independensi merupakan dinamika energy power bagi nilai-nilai luhur Bangsa dan Negara. Manusia-manusia tipe mereka saat ini sungguh langka ditemukan. Padahal hanya dengan jiwa yang terpatri pada nilai-nilai mulia itulah Bangsa Indonesia bisa terselamatkan dari dekadensi moral serta penyakit-penyakit lain yang akan menyeret Bangsa ke dalam kondisi “krisis” berkepanjangan, tidak mustahil jika nantinya terjadi big bang kehancuran bagi umat manusia.
Sejarah independensi Pesantren dari generasi ke generasi telah membuktikan betapa kokohnya Lembaga-Lembaga ini dalam memikul beban meneruskan perjuangan Nabi dan Rasul. Di tambah, dengan sejarah keberadaan Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan Islam tidak hanya berperan atas unsur politik dan ekonomi, tapi lebih dari itu, ia hadir sebagai bentuk tingginya animo masyarakat atas keilmuan para ulama salaf. Sejak era Kolonial sampai Kemerdekaan, keberadaan Pesantren yang berdiri baik di wilayah pedesaan atau pinggiran, Demografis serta doktrin jihad yang diterapkan, menjadikan Pesantren tidak hanya sebagai pusat pendidikan rakyat tetapi telah menjadi simbol kebudayaan Bangsa Indonesia itu sendiri.
Nilai-nilai pesantren harus diakui yang pada dasarnya, Pesantren dibangun atas dasar keinginan bersama dua komunitas yang saling bertemu. Komunitas santri yang ingin menimba ilmu sebagi bekal hidup dan kyia/guru yang secara ihklas ingin mengajarkan ilmu dan pengalamannya. Relasi simbiosis mutualisme ini saling melangkapi, santri dan Kyai merupakan dua entitas yang memiliki kesamaan kesadaran dan bersama-sama membangun komunitas keagamaan yang kemudian disebut Pesantren. Kyai, ustadz, dan santri hidup dalam satu keluarga besar berlandaskan nilai-nliai Agama Islam yang dilengkapi dengan norma-norma.
Komunitas keagamaan Pesantren berlandaskan oleh keinginan tafaqquh fî ad-dîn (mendalami ajaran Agama), dengan kaidah yang menjadi dari gurunya, al-muhafadzah alâ al-qadîm ash-shalih wa al-akhd bî al-jadîd al-ashlah (memelihara tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik). Keinginan dan kaidah ini merupakan nilai pokok yang melandasi kehidupan dunia pesantren. Suatu bentuk falsafah yang cukup sederhana, tetapi mampu mentransformasikan potensi dan menjadikan diri Pesantren sebagai agent of change bagi masyarakat. sehingga, eksistensi Pesantren identik dengan lembaga pemberdayaan serta pengembangan masyarakat.
Selain kedua nilai diatas, eksistensi pesantren menjadi kokoh karena dijiwai oleh panca-jiwa, seperti jiwa keihlasan yang tidak pernah didorong oleh ambisi apapun untuk memperoleh keuntungan tertentu, khsusnya material, melainkan karena semata-mata karena beribadah kepada Allah. Jiwa keikhlasan memanifestasikan dalam segala rangkaian sikap dan perilaku serta tindakan yang dilakukan secara ritual oleh komunitas pesantren. Jiwa kiekhlasan ini dilandasi oleh keyaqinan bahwa perbuatan baik pasti diganjar oleh Allah dengan sesuatu yang tak bisa dilukiskan oleh akal.
Selain itu dalam budaya Pesantren salaf juga telah terpatri jiwa kesederhanaan, kata ”sederhana” disini bukan berarti pasif, melarat, miskin, dan menerima apa adanya, akan tetapi lebih dari itu mengandung unsur kekuatan dan ketabahan hati, kemampuan mengendalikan diri dan kecakapan menguasai diri dalam menghadapi kesulitan. Dibalik jiwa kesederhanaan ini tersimpan jiwa yang besar, berani, maju, dan pantang menyerah dalam menghadapi dinamika sosial secara kompetitif. Jiwa kesederhanaan ini menjadi baju identitas yang paling berharga bagi civitas santri dan Kyai. Apalagi dengan adanya jiwa kemandirian yang peranannya mampu mengurusai persoalan-persoalan internal pesantren, namun kesanggupan membentuk Pesantren sebagai institusi pendidikan Islam yang independen, tidak menggantungkan diri kepada bantuan dan pamrih pihak lain. Pesantren dibangun diatas pondasi kekuatan sendiri sehingga banyak dari mereka yang benar- benar menjadi merdeka, otonom, dan mandiri. Di dalam budaya Pesantren salaf, biasanya ada jiwa kebebasan dalam mengandalkan civitas Pesantren sebagai manusia yang kokoh dalam memilih jalan hidup dan masa depannya, hanya dengan jiwa besar dan sikap optimis inilah maka dalam lembaran sejarahnya, Pesantren mampu mengahadapi segala problematika kehidupan umat manusia dengan dilandasi nilai-nilai Islam. Kebebasan ini juga berarti sikap kemandirian yang tidak berkenan didikte oleh pihak luar dalam membangun orientasi kepesantrenan dan kependidikan. Sehingga muncullah jiwa jiwa lain seperti ukhuwwah Islamiyyah, jiwa ini memanifesatasi dalam keseharian civitas Pesantren yang bersifat dialogis, penuh keakraban, penuh kompromi, dan toleransi. Jiwa ini mematri suasana sejuk, damai, saling membantu, senasib dan saling mengharagai bahkan saling mensupport dalam pembentukan dan pengembangan idealisme santri.  Semua itu menjadikan Pesantren tetap “bernilai” dan mampu eksis sepanjang sejarah kehidupan dan dinamika jaman. Globalisasi teknologi industry yang massif dan mendunia tidak menggoyahkan eksistensi Pesantren sebagai penjaga sekaligus pelestari nilai-nilai luhur.
Dikarenakan Pesantren hanya tergantung terhadap kebenaran mutlak (Tuhan) yang diaktualisasi dalam fiqh-sufistik yang berorientasi kepada amalan ukhrawiy, maka kebenaran didalamnya relative bersifat empiris pragmatis dalam memecahkan beragam persoalan kehidupan sesuai dengan hukum agama. Semua aktivitas Pesantren selalu mengacu kepada keseimbangan antara ukhrawiy dan duniawi. keimanan ciri has Pesantren senantiasa memanifestasikan setiap perilaku, sikap, dan tindakan sehari-hari. karena itulah, identitas kyai dan santri menjadi sesuatu yang layak diteladani bagi setiap pengembangan masayarakat secara utuh.
Nilai kemandirin yang menjadi pondasi eksistensial pesantren merupakan nilai utama paling signifikan bagi perubahan sosial dan budaya yang otonom. Dengan kemandiriannya, Pesantren telah mampu menjelma sebagai creative cultural makers dan figure sang kyai sangat penting dalam kehidupan bermasyrakat. Sehingga, profesi Kyai selain sebagai pengasuh Pondok juga sebagai tokoh masyarakat, mediator, dan pialang. Kenyatan semacam ini tentu saja disebabkan Kyai mempunyai integritas keilmuan tinggi yang mampu mempriteksi kesadaran masyarakatnya sehingga terbentuk komunitas keagamaan dan budaya kemandirian. Dengan kemandiriannya pula, Pesantren mampu terlepas dari jerat-jerat dependensi dan hegemoni pihak lain.
Institusi Pendidikan yang komprehensif rentang waktu yang kian panjang mengantarkan berbagai Pondok pesantren mengalami perubahan yang amat signifikan, baik di teropong dari metodologi pendidikan maupun mekanisme struktur pondok pesantren yang diterapkannya. Jika dahulu Pesantren hanya menggunakan sistem bandongan kini telah banyak menggunakan sistem modern. Jika dahulu banyak Pesantren yang masih bergelut dalam khazanah kutub as-salaf sebagai kurikulum pendidikan, kini telah banyak di antara pesantren (meskipun sebagian besar juga belum) yang memasukkan pelajaran umum sebagai kurikulum dalam metodologi pendidikannya, pembaharuan ini tentu saja dinilai sebagai eksistensi Pesantren dengan harapan bahwa kelak para alumninya mampu menggembleng masyarakat dengan berbagai kedisiplinan ilmu yang membumi. Meski di lain pihak, banyak pula sebagian pesantren yang masih memegang teguh corak stagnasi pendidikan salaf (konservatif dan cenderung eksklusif), dengan harapan mampu menjaga ke-orisinal-an substansi pendidikan pesantren seperti yang diinginkan para pendahulunya.
Pondok Pesantren Lirboyo yang berareal di
kawasan kota Kediri merupakan satu diantara ribuan Pesantren yang hingga kini masih tetap percaya diri memegang teguh corak dinamisasi metodologi pendidikan salafnya. Fenomena ini bukan berarti Pondok Lirboyo antipati terhadap perkembangan modernisasi zaman, terbukti, meski masih memegang teguh corak pendidikan salaf, Pondok Lirboyo banyak mengadakan variable rekonstruksi kegiatan ekstrakulikuler berupa pendidkan bahasa Inggris, Komputer, jurnalistik dan berbagai macam dinamisasi modern yang marak di tengah masyarakat dunia. Wallahu A’lam.

20170304

GALERY PONPES MULTAZAM