PONPES MULTAZAM
Pondok Pesantren Kanak-kanak Tingkat SD/MI
20170308
20170307
ROFIL PONDOK PESANTREN AL BAYAN
Kampung cigalempong desa Nameng Rangkasbitung adalah suatu wilayah perbatasan Banten Utara dan Selatan di mana Eng mendapati jenjang-jenjang pendidikan dasarnya di SD 6 yang dua yang beranjak puluhan meter dari kediaman rumahnya seperti umumnya anak-anak Rangkasbitung pada zamannya ia bertelanjang kaki menuju sekolah melewati Pematang pematang sawah dan ladang Indah sampai di tempat tujuan menuntut ilmu
ketika tiba waktu istirahat sesekali yang berjualan permen dan balon di halaman sekolah melayani para pembeli baik dari teman-teman sekelasnya maupun dari orang-orang kampung yang di sekitar sekolahnya
Melihat suasana kampung di sekelilingnya yang masih belakang terbelakang seorang wali kelasnya cukup beralasan bila berpesan menjelang detik-detik perpisahan kelulusan yang telah menginjak kelas 6 SD silahkan kalian lanjutkan pendidikan ke manapun yang kalian inginkan di plokshock negeri ini tapi Bila kalian sudah pintar dan dewasa sebaiknya kembali kampung halaman untuk mengabdi bagi pendidikan masyarakat kita yang masih terbelakang
pesan pesan itu seakan mengendap ke dunia bawah sadar menjadi satu kesatuan energi dari Jejak Langkah Bapak just Ria selaku Ayahanda Eng yang kontan menyekolahkan sang anak ke daerah Gintung di wilayah utara Banten di mana di sekitar itu telah berdiri sebuah pondok pesantren yang berbasis pendidikan Gontor Jawa Timur dan dipimpin langsung oleh lulusan Darussalam Gontor Kyai Haji Ahmad Rivfai Arif
Eeng menilai bahwa Kyai baik bukan saja berjasa di dunia pendidikan tetapi sekaligus memiliki konsep makanan yang layak diteladani oleh para penerusnya pada zamannya Ia memiliki andil yang sangat besar dalam merintis dunia Pesantren Bukan saja di wilayah Banten tetapi juga tergolong pemula di wilayah Jawa Barat
Pondok pesantren al-bayan dibangun pada momen yang tepat sehubungan dengan pendapat berbagai tokoh masyarakat dan pemuka agama yang mengkhawatirkan pesatnya perkembangan dan perubahan zaman corak khususnya selama puluhan tahun terakhir ini mengandung benih-benih kemerosotan dan pendangkalan budaya yang cenderung Tak memiliki asas dan tegangan yang kokoh
Kampung cigalempong yang letaknya jauh dari perkotaan tetap terimbas oleh makarnya invasi kebudayaan yang seakan terbebas dari segala ruang dan waktu fenomena ini membangkitkan para tokoh masyarakat dan pemuka agama di sekitar kampung cigalempong yang memiliki harapan bersama akan munculnya suatu lembaga pendidikan yang mudah terkontaminasi oleh arus perubahan namun justru sanggup mengilhami dan mewarnai
Perubahan tersebut pada awalnya mereka memaklumi corak peradaban yang berkembang namun tak lepas dari suatu gugatan dan pertanyaan yang sangat mendasar perkembangan Seperti apa dan perubahan kearah mana sebelum tahun 199 dan bergantinya masa pemerintahan lama ke jaman reformasi yang telah menanam benih-benih perjuangan itu sejak ia masih menjadi guru di pesantren Dar el-qolam hingga ketika ia hadir ke tengah-tengah masyarakat nya mereka bagaikan menyambut sang patriot dan pejuang pendidikan yang memberi nuansa baru bagi pembebasan dan kemerdekaan seakan-akan suatu zaman ketika dibukanya Apakah di zaman Rasulullah
bagian segala program multimedia dari tingkat daerah nasional hingga internasional Saya kan sudah menjadi kesatuan yang saling kait-mengait karena itu ia berangkat merintis Pesantren al-bayan serta berharap para santri yang di didiknya memiliki dedikasi dan ikut serta menjadi penyumbang dan inspirator bagi nilai-nilai moral dan etika universal
Kini belum genap 10 tahun berdirinya pondok pesantren al-bayan bukan saja bergerak dengan pola pola pendidikan yang mengacu pada kecerdasan spiritual dan religius namun semakin merambah jangkauannya ke bidang agrobisnis sambil melatih dan mendidik para santri agar terampil berpraktek di lapangan terutama dalam pembudidayaan ikan perkebunan dan Kehutanan Selain itu dikerahkan pula berapa tenaga patih dari kalangan praktisi pertanian dan perkebunan yang berbaur dan bersahabat dengan kalangan santri sehingga pola-pola pendidikan Tidak hanya bermuara di wilayah teori semata namun diupayakan terjun dan bergaul dengan kalangan praktisi pertanian dan perkebunan tersebut
Kelebihan kelebihan lain yang diteladani adalah merintis Pesantren al-bayan dia sanggup membebaskan biaya pendidikan bagi warga sekitar yang kurang mampu serta memberikan beasiswa kepada santri-santri yatim piatu
Pesantren al-bayan yang berdiri di bawah naungan Yayasan Dar El Bayan santri dan dipimpin langsung oleh KH. Eeng Nurhaeni semakin melebarkan sayapnya dengan membangun lembaga pendidikan setingkat SD bahkan merencanakan pembangunan untuk perguruan tinggi yang lokasinya telah dipersiapkan di atas tanah seluas 1 hektar
Berikut Frofil Pondok Pesantren Al Bayan Rangkasbitung
KEKUATAN DO'A
Berdo’a
merupakan hubungan yang penting dengan Allah Yang Maha Besar, hal
diperlukan guna menunjukkan kelemahan kita di hadapan Allah. Tuhan kita
menunjukkan bahwa do’a merupakan tindakan yang penting atas bentuk
penyembahan kepada-Nya berdasarkan ayat “Katakanlah: Tetapi bagaimana kamu beribadat kepada-Nya, padahal kamu sungguh mendustakan-Nya “(Surat al-Furqan, 77).
Lanjut Membaca »
Sebenarnya,
kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan Allah ada pada setiap karakter
manusia, merupakan syarat penciptaan. Akan tetapi, di lain hal berdo’a
merupakan hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan bagi orang beriman,
namun untuk beberapa orang hal itu merupakan bentuk tindakan penyembahan
yang hanya perlu diingat di waktu mereka berhadapan dengan kesulitan
atau situasi yang membahayakan kehidupan mereka. Hal ini merupakan
kesalahan besar karena yang paling baik adalah memohon kepada Allah Yang
Maha Besar pada kedua kondisi tersebut, baik dalam kesulitan dan
kemudahan untuk memohon ampunan-Nya.
Bersungguh-sungguh dalam Berdo’a.
Allah
telah mempermudah hambanya untuk menemukan apapun yang ia lihat sebagai
hal yang baik dan indah. Akan tetapi, fokus dalam berdo’a yang
dilakukannya adalah sepenting do’a itu sendiri. Berdo’a dengan kesabaran
seperti suatu kebutuhan dan harapan untuk berdoa, ketidaknyamanan akan
hal tersebut dan yang paling penting dalam berdoa; bahwa kedekatan
kepada Allah semakin meningkat. Semakin bersungguh-sungguh dalam berdoa
membuat hamba yang berdo’a tersebut memiliki karakter dan keinginan yang
semakin kuat. Orang beriman yang menunjukkan kesungguhan dalam berdoa
mendapatkan banyak keuntungan seperti keyakinan yang semakin dalam, ini
jauh lebih bernilai dibandingkan dengan apa yang ia inginkan/ minta. Hal
ini tertulis dalam Al-Qur’an bahwa diperlukan kesungguhan dalam do’a
seperti:
“
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang
demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang –orang yang khusyu “ (Surat Al-Baqarah:45).
Rasulullah
(SAW) telah menyatakan betapa Ia membutuhkan Allah terkadang dengan
terus berdo’a bertahun-tahun dan Tuhan kita, Allah Yang Maha Pengasih,
telah memberikan apa yang ia inginkan pada di saat yang terbaik. Fakta
bahwa Allah menerima semua do’a, baik itu yang terang-terangan maupun
yang tersembunyi, merupakan bentuk ke-agungan-Nya dan Kerahiman-Nya.
Allah tidak pernah meninggalkan sebersit apapun pemikiran yang terlintas
di kepala hamba-Nya tanpa kembali lagi kepadanya, Akan tetapi “
menerima do’a” tidak berarti sesuatu terjadi seperti yang diminta karena
terkadang seseorang mungkin saja meminta sesuatu yang membahayakan
dirinya sendiri. Allah SWT mengungkapkan hal tersebut sebagai berikut:
“Dan manusia mendo’a untuk kejahatan sebagaimana ia mendo’a untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.”
(Surat Al-Isra:11).
(Surat Al-Isra:11).
DENGARKAN HATI NURANIMU
Sebelum
suatu keputusan yang harus kita ambil, kita mendengarkan suara yang
menunjukkan dan mengarahkan kita kepada pilihan yang tepat. Sejak awal
kita bangun di pagi hari, kemanapun kita pergi dan apapun yang kita
kerjakan, suara tersebut selalu menemani kita.
Tak
ada seorang pun yang dapat mendengarkannya akan tetapi suara tersebut
berbicara kepada kita tentang keadilan, nilai moral, kerendahan hati,
kejujuran,ketulusan, secara singkat apapun yang memang baik.
Suara-suara
tersebut yang menunjukkan kita dan memerintahkan kita untuk melakukan
apa yang baik dan benar adalah suara hati nurani. Dalam salah satu ayat
Qur'an, Allah SWT berfirman “dua jalur” (Qur'an, 90:10). Dengan kata
lain, sebagai tambahan suatu suara yang memanggil kebaikan, satunya lagi
memanggil kejahatan. Mengetahui keduanya, ada orang yang mengikuti
jalan Tuhan, hati nurani mereka, atau mengikuti kejahatan, setan.
Allah
SWT juga mengungkapkan dalam Al-Qur'an bahwa ia menampakkan kejahatan
dan cara melindungi diri dari kejahatan tersebut: Demi jiwa dan
penyempurnaan ciptaannnya , maka ia mengilhamkan kepadanya (jalan)
kejahatan dan ketakwaan. (Qur’an, 91:7-8).
Kata
“ kejahatan” artinya “ dosa dan ketidakpatuhan, tidak
beriman,pengabaian dari kebenaran, rutuhnya moral dan lawan dari
kesalehan (Qur'an : 91:7-8). Dalam kata lain, konsep kejahatan termasuk
semua atribut negatif keinginan syahwat yang rendah. Intinya , itu
merupakan lawan dari hati nurani.
serta
apa yang diatur olehnya dan menginspirasiinya dengan.....atau rasa
kasihan (Qur'an 91:7-8) kata “perbuatan jahat” artinya adalah 'dosa dan
pembangkangan, tidak beriman, sebagai lawan dari patuh:. Dalam kata
lain, konsep dari depravity termasuk di dalamnya segala bentuk atribut
dari manusia yang hina, artinya, segala sesuatu yang berkebalikan dari
hati nurani.
Suara
hati nurani ini adalah inspirasi dari Allah SWT kepada semua orang,
satu bentuk wahyu, dalam kata lain: Dalam hal dimaksud, pada setiap
makhluk hidup, menerima wahyu, meskipun bukan dalam bentuk secara
langsung.Kebalikannya bahwa wahyu yang ditujukan kepada Nabi, secara
alami berada di dalam di hati, diinspirasikan ke dalam hatinya. Allah
berfirmandi dalam Al-Qur'an, bahwa Ia mengirimkan wahyu kepada makhluk
hidup: Tuhanmu memberi wahyu kepada lebah: Buatlah sarang di pegunungan
dan di pepohonan dan juga di bangunan yang dibuat oleh manusia (Qur'an ,
16 ; 68).
Melalui
wahyu, Allah SWT menginspirasi lebah bagaimana membangun sarang dan
bagaimana mencari makanan. Ia menunjukkan kepada semut bagaimanan mereka
membuat koloni, bagaimana merawat anak-anak semut dan bagaimana
membangun kota semut yang menakjubkan. Saat ia tunjukkan dalam ayatnya,
semua makhluk hidup bergerak dan bagaimana apa yang harus dikerjakan
berdasarkan petunjuk Allah.
Satu
ayat terdapat di dalam Al Qur'an atas perihal yang berkaitan dengan Ibu
dari Nabi Musa (AS); kami tunjukan kepada Ibunda Musa, “ Susuilah ia
dan apabila kamu khawatir terhadapnya, maka hanyutkanlah ia ke sungai
(Nil). Dan janganlah engkau takut dan jangan (pula) bersedih hati,
sesungguhnya kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya
salah seorang rasul. (Qur'an, 28:7).
Seperti
terulis dalam ayat tersebut, Allah memberi petunjuk kepada hati Ibunda
Nabi Musa (SA),dengan cara melindunginya. Untuk membuatnya merasa
tenang, Ia juga menunjukan bagaimana anaknya nanti akan dikembalikan
lagi kepadanya. Dalam ayat lainnya, Allah menggambarkan bagaimana Ia
memberikan wahyu kepada murid Nabi Isa (as) untuk menggantikan Nabi Isa
(as) “ dan ketika Aku memberi petunjuk kepadanya para murid Isa (as)
untuk memiliki keyakinan/iman kepada dan kenabian Isa (as), mereka
berkata “ Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai Rasul) bahwa kami
adalah orang-orang yang berserah diri (muslim) “(Qur'an 5 :111).
Berkah yang membedakan antara yang benar dan yang salah.
Inspirasi
dari Allah adalah berkah yang mengarahkan orang-orang beriman untuk
kebaikan dan memungkinkan mereka untuk membedakan antara kebenaran dan
kejahatan.
Karena
Hati Nurani diinspirasikan oleh Allah, itu lumrah bagi semua orang dan
dengan hati nurani, Allah memperlihatkan kepada semua orang perilaku
yang paling baik dan paling mulia yang membuat Allah berkenan. Akan
tetapi manusia lemah dan termakan oleh keinginan rendah mereka dan
akhirnya mengikuti jalan setan. Tipe manusia ini memiliki karakterisitik
yang mengejutkan secara umum. Seperti mereka tidak menyukai sesuatu
yang halal.
Mereka
lebih suka menggunakan penghasilan yang tidak halal dan melanggar
hukum, memperoleh makanan dan minuman melalui mencuri daripada mencari
yang halal atau berani melanggar aturan atau hukum daripada merasa ridha
diatur oleh aturan.Bertindak melanggar hukum menjadi jalan pintas
mencapai tujuan bagi orang-orang yang memilih untuk tidak mendengarkan
suara hati nurani mereka.Tetapi Allah menyukai orang-orang yang hidup
sesuai aturan Illahi, yang memperhatikan dan menggunakan hati nurani
mereka.
Orang
-orang yang hidup dari melawan hukum, berlawanan dengan hati nurani
mereka, akan membawa banyak tanda yang menunjukkan perilaku yang tidak
baik dan tidak jujur, dan perilaku buruk mereka terpancar di wajah
mereka yang kusam. Orang-orang dengan pikiran dan tampilan terselubung
mereka, perilaku mereka tidak seimbang dan mereka tak akan pernah
merasakan kebahagiaan.
Apabila seseorang itu jujur dan tetap tulus mengikuti hati nuraninya, maka ia pun akan juga menjadi orang yang seimbang.
Seseorang
yang berperilaku sejalan dengan hati nuraninya akan mengetahui
bagaimana menghindari setan dan selalu berperilaku benar. Akan tetapi,
perintah dari hati nurani seseorang mungkin akan beberapa kali mengalami
konflik dengan kecenderungan dasarnya, seorang yang memiliki iman yang
kuat akan mengubah konflik dengan mempertimbangkan mengikuti hati
nuraninya. Mereka yang mengikuti nafsu rendahnya, akan tetapi muncul
dengan segala macam alasan untuk menghindari mengikuti hati nurani
mereka, meskipun mereka tahu bahwa itu merupakan hal terbaik dan paling
sesuai.
Sebagai
contoh, seseorang yang tidak menggunakan hati nuraninya mungkin tidak
akan mencari pertolongan untuk korban kecelakaan, hanya karena merasa
takut, harus bertanggung jawab atas kecelakaan yang mungkin malah
membuatnya ditangkap oleh polisi.
Akan
tetapi orang yang dengan hati nurani yang kuat akan menghadapi segala
macam risiko membantu orang tersebut dan memberikan pertolongan, dan tak
akan pernah menemukan alasan untuk tidak melakukan hal tersebut.
Seseorang yang mengetahui di dalam hati nuraninya, bahwa apabila ia
gagal menolong orang tersebut di saat ia memiliki peluang untuk
melakukannya, maka ia akan bertanggungjawab atas kematian korban
kecelakaan tersebut.
Bahkan manusia menjadi saksi atas dirinya sendiri, dan meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya. (Qur’an, 75: 14-15).
Dari
awal merupakan hati nurani, semua orang bertanggungjawab memanfaatkan
sebaik mungkin berkah dari Allah yang diberikan kepada hati nuraninya.
Seseorang yang ingin memulai pemahaman atas apa yang terjadi dalam
hidupnya, dan memiliki kekuatan untuk menghakimi, juga memiliki
kemampuan untuk membedakan antara keinginan syahwat dan hati nurani, dan
ia akan memperhatikan hati nurani tersebut.
Marilah
kita tidak melupakan bahwasannya kita semua bertanggung jawab atas
semua keputusan kita, tindakan, dan kata-kata kita, yang nanti akan
dipertanyakan pada hari pembalasan, dimana orang-orang tersebut
yang percaya/setia dengan hati nuraniya, petunjuk yang diberikan kepada
hatinya, akan dihadiahkan surga yang abadi.
20170306
BERFIKIR SEJAK ANDA BANGUN TIDUR
HARUN YAHYA
Tidak diperlukan kondisi khusus bagi seseorang untuk
memulai berpikir. Bahkan bagi orang yang baru saja bangun tidur di pagi
hari pun terdapat banyak sekali hal-hal yang dapat mendorongnya
berpikir.
Terpampang sebuah hari yang panjang dihadapan seseorang
yang baru saja bangun dari pembaringannya di pagi hari. Sebuah hari
dimana rasa capai atau kantuk seakan telah sirna. Ia siap untuk memulai
harinya. Ketika berpikir akan hal ini, ia teringat sebuah firman
Allah:
"Dialah yang menjadikan untukmu malam (sebagai)
pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk
bangun berusaha." (QS. Al-Furqaan, 25: 47)
Setelah membasuh muka
dan mandi, ia merasa benar-benar terjaga dan berada dalam kesadarannya
secara penuh. Sekarang ia siap untuk berpikir tentang berbagai
persoalan yang bermanfaat untuknya. Banyak hal lain yang lebih penting
untuk dipikirkan dari sekedar memikirkan makanan apa yang dipunyainya
untuk sarapan pagi atau pukul berapa ia harus berangkat dari rumah. Dan
pertama kali ia harus memikirkan tentang hal yang lebih penting ini.
Pertama-tama, bagaimana ia mampu bangun di pagi hari adalah sebuah keajaiban yang luar biasa. Kendatipun telah kehilangan kesadaran sama sekali sewaktu tidur, namun di keesokan harinya ia kembali lagi kepada kesadaran dan kepribadiannya. Jantungnya berdetak, ia dapat bernapas, berbicara dan melihat. Padahal di saat ia pergi tidur, tidak ada jaminan bahwa semua hal ini akan kembali seperti sediakala di pagi harinya. Tidak pula ia mengalami musibah apapun malam itu. Misalnya, kealpaan tetangga yang tinggal di sebelah rumah dapat menyebabkan kebocoran gas yang dapat meledak dan membangunkannya malam itu. Sebuah bencana alam yang dapat merenggut nyawanya dapat saja terjadi di daerah tempat tinggalnya. Ia mungkin saja mengalami masalah dengan fisiknya. Sebagai contoh, bisa saja ia bangun tidur dengan rasa sakit yang luar biasa pada ginjal atau kepalanya. Namun tak satupun ini terjadi dan ia bangun tidur dalam keadaan selamat dan sehat. Memikirkan yang demikian mendorongnya untuk berterima kasih kepada Allah atas kasih sayang dan penjagaan yang diberikan-Nya. Memulai hari yang baru dengan kesehatan yang prima memiliki makna bahwa Allah kembali memberikan seseorang sebuah kesempatan yang dapat dipergunakannya untuk mendapatkan keberuntungan yang lebih baik di akhirat. Ingat akan semua ini, maka sikap yang paling sesuai adalah menghabiskan waktu di hari itu dengan cara yang diridhai Allah. Sebelum segala sesuatu yang lain, seseorang pertama kali hendaknya merencanakan dan sibuk memikirkan hal-hal semacam ini. Titik awal dalam mendapatkan keridhaan Allah adalah dengan memohon kepada Allah agar memudahkannya dalam mengatasi masalah ini. Doa Nabi Sulaiman adalah tauladan yang baik bagi orang-orang yang beriman: "Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri ni'mat Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh" (QS. An-Naml, 27 : 19) Bagaimana kelemahan manusia mendorong seseorang untuk berpikir?Tubuh manusia yang demikian lemah ketika baru saja bangun dari tidur dapat mendorong manusia untuk berpikir: setiap pagi ia harus membasuh muka dan menggosok gigi. Sadar akan hal ini, ia pun merenungkan tentang kelemahan-kelemahannya yang lain. Keharusannya untuk mandi setiap hari, penampilannya yang akan terlihat mengerikan jika tubuhnya tidak ditutupi oleh kulit ari, dan ketidakmampuannya menahan rasa kantuk, lapar dan dahaga, semuanya adalah bukti-bukti tentang kelemahan dirinya.
"Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan
lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi
kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali)
dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang
Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa." (QS. Ar-Ruum, 30: 54)
Bagi
orang yang telah berusia lanjut, bayangan dirinya di dalam cermin dapat
memunculkan beragam pikiran dalam benaknya. Ketika menginjak usia dua
dekade dari masa hidupnya, tanda-tanda proses penuaan telah terlihat di
wajahya. Di usia yang ketigapuluhan, lipatan-lipatan kulit mulai
kelihatan di bawah kelopak mata dan di sekitar mulutnya, kulitnya tidak
lagi mulus sebagaimana sebelumnya, perubahan bentuk fisik terlihat di
sebagian besar tubuhnya. Ketika memasuki usia yang semakin senja,
rambutnya memutih dan tangannya menjadi rapuh.
Bagi orang yang berpikir tentang hal ini, usia senja adalah peristiwa yang paling nyata yang menunjukkan sifat fana dari kehidupan dunia dan mencegahnya dari kecintaan dan kerakusan akan dunia. Orang yang memasuki usia tua memahami bahwa detik-detik menuju kematian telah dekat. Jasadnya mengalami proses penuaan dan sedang dalam proses meninggalkan dunia ini. Tubuhnya sedikit demi sedikit mulai melemah kendatipun ruhnya tidaklah berubah menjadi tua. Sebagian besar manusia sangat terpukau oleh ketampanan atau merasa rendah dikarenakan keburukan wajah mereka semasa masih muda. Pada umumnya, manusia yang dahulunya berwajah tampan ataupun cantik bersikap arogan, sebaliknya yang di masa lalu berwajah tidak menarik merasa rendah diri dan tidak bahagia. Proses penuaan adalah bukti nyata yang menunjukkan sifat sementara dari kecantikan atau keburukan penampilan seseorang. Sehingga dapat diterima dan masuk akal jika yang dinilai dan dibalas oleh Allah adalah akhlaq baik beserta komitmen yang diperlihatkan seseorang kepada Allah. Setiap saat ketika menghadapi segala kelemahannya manusia berpikir bahwa satu-satunya Zat Yang Maha Sempurna dan Maha Besar serta jauh dari segala ketidaksempurnaan adalah Allah, dan iapun mengagungkan kebesaran Allah. Allah menciptakan setiap kelemahan manusia dengan sebuah tujuan ataupun makna. Termasuk dalam tujuan ini adalah agar manusia tidak terlalu cinta kepada kehidupan dunia, dan tidak terpedaya dengan segala yang mereka punyai dalam kehidupan dunia. Seseorang yang mampu memahami hal ini dengan berpikir akan mendambakan agar Allah menciptakan dirinya di akhirat kelak bebas dari segala kelemahan. Segala kelemahan manusia mengingatkan akan satu hal yang menarik untuk direnungkan: tanaman mawar yang muncul dan tumbuh dari tanah yang hitam ternyata memiliki bau yang demikian harum. Sebaliknya, bau yang sangat tidak sedap muncul dari orang yang tidak merawat tubuhnya. Khususnya bagi mereka yang sombong dan membanggakan diri, ini adalah sesuatu yang seharusnya mereka pikirkan dan ambil pelajaran darinya. |
DIAMBIL DARI "BAGAIMANA SEORANG MUSLIM BERPIKIR?" KARYA HARUN YAHYA, ROBBANI PRESS, INDONESIA, 2000 |
BERFIKIR SECARA MENDALAM
Banyak
yang beranggapan bahwa untuk "berpikir secara mendalam", seseorang
perlu memegang kepala dengan kedua telapak tangannya, dan menyendiri di
sebuah ruangan yang sunyi, jauh dari keramaian dan segala urusan yang
ada. Sungguh, mereka telah menganggap "berpikir secara mendalam"
sebagai sesuatu yang memberatkan dan menyusahkan. Mereka berkesimpulan
bahwa pekerjaan ini hanyalah untuk kalangan "filosof".
Padahal, sebagaimana telah disebutkan dalam pendahuluan, Allah mewajibkan manusia untuk berpikir secara mendalam atau merenung. Allah berfirman bahwa Al-Qur'an diturunkan kepada manusia untuk dipikirkan atau direnungkan:
Padahal, sebagaimana telah disebutkan dalam pendahuluan, Allah mewajibkan manusia untuk berpikir secara mendalam atau merenung. Allah berfirman bahwa Al-Qur'an diturunkan kepada manusia untuk dipikirkan atau direnungkan:
"Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan
kepadamu, penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan (merenungkan)
ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai
pikiran" (QS. Shaad, 38: 29).
Yang ditekankan di sini adalah bahwa
setiap orang hendaknya berusaha secara ikhlas sekuat tenaga dalam
meningkatkan kemampuan dan kedalaman berpikir.
Sebaliknya, orang-orang yang tidak mau berusaha untuk berpikir mendalam akan terus-menerus hidup dalam kelalaian yang sangat. Kata kelalaian mengandung arti
"ketidakpedulian (tetapi bukan melupakan), meninggalkan, dalam kekeliruan, tidak menghiraukan, dalam kecerobohan". Kelalaian manusia yang tidak berpikir adalah akibat melupakan atau secara sengaja tidak menghiraukan tujuan penciptaan diri mereka serta kebenaran ajaran agama. Ini adalah jalan hidup yang sangat berbahaya yang dapat menghantarkan seseorang ke neraka. Berkenaan dengan hal tersebut, Allah memperingatkan manusia agar tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang lalai:
Sebaliknya, orang-orang yang tidak mau berusaha untuk berpikir mendalam akan terus-menerus hidup dalam kelalaian yang sangat. Kata kelalaian mengandung arti
"ketidakpedulian (tetapi bukan melupakan), meninggalkan, dalam kekeliruan, tidak menghiraukan, dalam kecerobohan". Kelalaian manusia yang tidak berpikir adalah akibat melupakan atau secara sengaja tidak menghiraukan tujuan penciptaan diri mereka serta kebenaran ajaran agama. Ini adalah jalan hidup yang sangat berbahaya yang dapat menghantarkan seseorang ke neraka. Berkenaan dengan hal tersebut, Allah memperingatkan manusia agar tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang lalai:
"Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan
merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di
waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang
lalai." (QS. Al-A'raaf, 7: 205)
"Dan berilah
mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala
perkara telah diputus. Dan mereka dalam kelalaian dan mereka tidak
(pula) beriman." (QS. Maryam, 19: 39)
Dalam Al-Qur'an, Allah
menyebutkan tentang mereka yang berpikir secara sadar, kemudian
merenung dan pada akhirnya sampai kepada kebenaran yang menjadikan
mereka takut kepada Allah. Sebaliknya, Allah juga menyatakan bahwa
orang-orang yang mengikuti para pendahulu mereka secara taklid buta
tanpa berpikir, ataupun hanya sekedar mengikuti kebiasaan yang ada,
berada dalam kekeliruan. Ketika ditanya, para pengekor yang tidak mau
berpikir tersebut akan menjawab bahwa mereka adalah orang-orang yang
menjalankan agama dan beriman kepada Allah. Tetapi karena tidak
berpikir, mereka sekedar melakukan ibadah dan aktifitas hidup tanpa
disertai rasa takut kepada Allah. Mentalitas golongan ini sebagaimana
digambarkan dalam Al-Qur'an:
Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?"
Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak ingat?"
Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya 'Arsy yang besar?"
Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak bertakwa?"
Katakanlah:
"Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu
sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari
(adzab)-Nya, jika kamu mengetahui?"
Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu (disihir)?"
"Sebenarnya
Kami telah membawa kebenaran kepada mereka, dan sesungguhnya mereka
benar-benar orang-orang yang berdusta." (QS. Al-Mu'minuun, 23: 84-90)
Berpikir dapat membebaskan seseorang dari belenggu sihir
Dalam
ayat di atas, Allah bertanya kepada manusia, "…maka dari jalan manakah
kamu ditipu (disihir)?. Kata disihir atau tersihir di sini mempunyai
makna kelumpuhan mental atau akal yang menguasai manusia secara
menyeluruh. Akal yang tidak digunakan untuk berpikir berarti bahwa akal
tersebut telah lumpuh, penglihatan menjadi kabur, berperilaku
sebagaimana seseorang yang tidak melihat kenyataan di depan matanya,
sarana yang dimiliki untuk membedakan yang benar dari yang salah
menjadi lemah. Ia tidak mampu memahami sebuah kebenaran yang sederhana
sekalipun. Ia tidak dapat membangkitkan kesadarannya untuk memahami
peristiwa-peristiwa luar biasa yang terjadi di sekitarnya. Ia tidak
mampu melihat bagian-bagian rumit dari peristiwa-peristiwa yang ada. Apa
yang menyebabkan masyarakat secara keseluruhan tenggelam dalam
kehidupan yang melalaikan selama ribuan tahun serta menjauhkan diri
dari berpikir sehingga seolah-olah telah menjadi sebuah tradisi adalah
kelumpuhan akal ini.
Pengaruh sihir yang bersifat kolektif tersebut dapat dikiaskan sebagaimana berikut:
Dibawah
permukaan bumi terdapat sebuah lapisan mendidih yang dinamakan magma,
padahal kerak bumi sangatlah tipis. Tebal lapisan kerak bumi
dibandingkan keseluruhan bumi adalah sebagaimana tebal kulit apel
dibandingkan buah apel itu sendiri. Ini berarti bahwa magma yang
membara tersebut demikian dekatnya dengan kita, dibawah telapak kaki
kita!
Setiap orang mengetahui bahwa di bawah
permukaan bumi ada lapisan yang mendidih dengan suhu yang sangat panas,
tetapi manusia tidak terlalu memikirkannya. Hal ini dikarenakan para
orang tua, sanak saudara, kerabat, teman, tetangga, penulis artikel di
koran yang mereka baca, produser acara-acara TV dan professor mereka di
universitas tidak juga memikirkannya.
Ijinkanlah
kami mengajak anda berpikir sebentar tentang masalah ini. Anggaplah
seseorang yang telah kehilangan ingatan berusaha untuk mengenal
sekelilingnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada setiap
orang di sekitarnya. Pertama-tama ia menanyakan tempat dimana ia
berada. Apakah kira-kira yang akan muncul di benaknya apabila
diberitahukan bahwa di bawah tempat dia berdiri terdapat sebuah bola
api mendidih yang dapat memancar dan berhamburan dari permukaan bumi
pada saat terjadi gempa yang hebat atau gunung meletus? Mari kita
berbicara lebih jauh dan anggaplah orang ini telah diberitahu bahwa bumi
tempat ia berada hanyalah sebuah planet kecil yang mengapung dalam
ruang yang sangat luas, gelap dan hampa yang disebut ruang angkasa.
Ruang angkasa ini memiliki potensi bahaya yang lebih besar dibandingkan
materi bumi tersebut, misalnya: meteor-meteor dengan berat berton-ton
yang bergerak dengan leluasa di dalamnya. Bukan tidak mungkin
meteor-meteor tersebut bergerak ke arah bumi dan kemudian menabraknya.
Mustahil
orang ini mampu untuk tidak berpikir sedetikpun ketika berada di
tempat yang penuh dengan bahaya yang setiap saat mengancam jiwanya. Ia
pun akan berpikir pula bagaimana mungkin manusia dapat hidup dalam
sebuah planet yang sebenarnya senantiasa berada di ujung tanduk, sangat
rapuh dan membahayakan nyawanya. Ia lalu sadar bahwa kondisi ini hanya
terjadi karena adanya sebuah sistim yang sempurna tanpa cacat
sedikitpun. Kendatipun bumi, tempat ia tinggal, memiliki bahaya yang
luar biasa besarnya, namun padanya terdapat sistim keseimbangan yang
sangat akurat yang mampu mencegah bahaya tersebut agar tidak menimpa
manusia. Seseorang yang menyadari hal ini, memahami bahwa bumi dan
segala makhluk di atasnya dapat melangsungkan kehidupan dengan selamat
hanya dengan kehendak Allah, disebabkan oleh adanya keseimbangan alam
yang sempurna dan tanpa cacat yang diciptakan-Nya.
Contoh
di atas hanyalah satu diantara jutaan, atau bahkan trilyunan
contoh-contoh yang hendaknya direnungkan oleh manusia. Di bawah ini satu
lagi contoh yang mudah-mudahan membantu dalam memahami bagaimana
"kondisi lalai" dapat mempengaruhi sarana berpikir manusia dan
melumpuhkan kemampuan akalnya.
Manusia mengetahui
bahwa kehidupan di dunia berlalu dan berakhir sangat cepat. Anehnya,
masih saja mereka bertingkah laku seolah-olah mereka tidak akan pernah
meninggalkan dunia. Mereka melakukan pekerjaan seakan-akan di dunia
tidak ada kematian. Sungguh, ini adalah sebuah bentuk sihir atau mantra
yang terwariskan secara turun-temurun. Keadaan ini berpengaruh
sedemikian besarnya sehingga ketika ada yang berbicara tentang
kematian, orang-orang dengan segera menghentikan topik tersebut karena
takut kehilangan sihir yang selama ini membelenggu mereka dan tidak
berani menghadapi kenyataan tersebut. Orang yang mengabiskan seluruh
hidupnya untuk membeli rumah yang bagus, penginapan musim panas, mobil
dan kemudian menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah yang bagus,
tidak ingin berpikir bahwa pada suatu hari mereka akan mati dan tidak
akan dapat membawa mobil, rumah, ataupun anak-anak beserta mereka.
Akibatnya, daripada melakukan sesuatu untuk kehidupan yang hakiki
setelah mati, mereka memilih untuk tidak berpikir tentang kematian.
Namun,
cepat atau lambat setiap manusia pasti akan menemui ajalnya. Setelah
itu, percaya atau tidak, setiap orang akan memulai sebuah kehidupan yang
kekal. Apakah kehidupannya yang abadi tersebut berlangsung di surga
atau di neraka, tergantung dari amal perbuatan selama hidupnya yang
singkat di dunia. Karena hal ini adalah sebuah kebenaran yang pasti
akan terjadi, maka satu-satunya alasan mengapa manusia bertingkah laku
seolah-olah mati itu tidak ada adalah sihir yang telah menutup atau
membelenggu mereka akibat tidak berpikir dan merenung.
Orang-orang
yang tidak dapat membebaskan diri mereka dari sihir dengan cara
berpikir, yang mengakibatkan mereka berada dalam kelalaian, akan
melihat kebenaran dengan mata kepala mereka sendiri setelah mereka mati,
sebagaimana yang diberitakan Allah kepada kita dalam Al-Qur'an :
"Sesungguhnya
kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan
daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari
itu amat tajam." (QS. Qaaf, 50: 22)
Dalam ayat di
atas penglihatan seseorang menjadi kabur akibat tidak mau berpikir,
akan tetapi penglihatannya menjadi tajam setelah ia dibangkitkan dari
alam kubur dan ketika mempertanggung jawabkan segala amal perbuatannya
di akhirat.
Perlu digaris bawahi bahwa manusia
mungkin saja membiarkan dirinya secara sengaja untuk dibelenggu oleh
sihir tersebut. Mereka beranggapan bahwa dengan melakukan hal ini
mereka akan hidup dengan tentram. Syukurlah bahwa ternyata sangat mudah
bagi seseorang untuk merubah kondisi yang demikian serta melenyapkan
kelumpuhan mental atau akalnya, sehingga ia dapat hidup dalam kesadaran
untuk mengetahui kenyataan. Allah telah memberikan jalan keluar kepada
manusia; manusia yang merenung dan berpikir akan mampu melepaskan diri
dari belenggu sihir pada saat mereka masih di dunia. Selanjutnya, ia
akan memahami tujuan dan makna yang hakiki dari segala peristiwa yang
ada. Ia pun akan mampu memahami kebijaksanaan dari apapun yang Allah
ciptakan setiap saat.
Seseorang dapat berpikir kapanpun dan dimanapun
Berpikir
tidaklah memerlukan waktu, tempat ataupun kondisi khusus. Seseorang
dapat berpikir sambil berjalan di jalan raya, ketika pergi ke kantor,
mengemudi mobil, bekerja di depan komputer, menghadiri pertemuan dengan
rekan-rekan, melihat TV ataupun ketika sedang makan siang.
Misalnya:
di saat sedang mengemudi mobil, seseorang melihat ratusan orang berada
di luar. Ketika menyaksikan mereka, ia terdorong untuk berpikir
tentang berbagai macam hal. Dalam benaknya tergambar penampilan fisik
dari ratusan orang yang sedang disaksikannya yang sama sekali berbeda
satu sama lain. Tak satupun diantara mereka yang mirip dengan yang
lain. Sungguh menakjubkan: kendatipun orang-orang ini memiliki anggota
tubuh yang sama, misalnya sama-sama mempunyai mata, alis, bulu mata,
tangan, lengan, kaki, mulut dan hidung; tetapi mereka terlihat sangat
berbeda satu sama lain. Ketika berpikir sedikit mendalam, ia akan
teringat bahwa:
Allah telah menciptakan bilyunan
manusia selama ribuan tahun, semuanya berbeda satu dengan yang lain.
Ini adalah bukti nyata tentang ke Maha Perkasaan dan ke Maha Besaran
Allah.
Menyaksikan manusia yang sedang lalu lalang
dan bergegas menuju tempat tujuan mereka masing-masing, dapat
memunculkan beragam pikiran di benak seseorang. Ketika pertama kali
memandang, muncul di pikirannya: manusia yang jumlahnya banyak ini
terdiri atas individu-individu yang khas dan unik. Tiap individu
memiliki dunia, keinginan, rencana, cara hidup, hal-hal yang membuatnya
bahagia atau sedih, serta perasaannya sendiri. Secara umum, setiap
manusia dilahirkan, tumbuh besar dan dewasa, mendapatkan pendidikan,
mencari pekerjaan, bekerja, menikah, mempunyai anak, menyekolahkan dan
menikahkan anak-anaknya, menjadi tua, menjadi nenek atau kakek dan pada
akhirnya meninggal dunia. Dilihat dari sudut pandang ini, ternyata
perjalanan hidup semua manusia tidaklah jauh berbeda; tidak terlalu
penting apakah ia hidup di perkampungan di kota Istanbul atau di kota
besar seperti Mexico, tidak ada bedanya sedikitpun. Semua orang suatu
saat pasti akan mati, seratus tahun lagi mungkin tak satupun dari
orang-orang tersebut yang akan masih hidup. Menyadari kenyataan ini,
seseorang akan berpikir dan bertanya kepada dirinya sendiri: "Jika kita
semua suatu hari akan mati, lalu apakah gerangan yang menyebabkan
manusia bertingkah laku seakan-akan mereka tak akan pernah meninggalkan
dunia ini? Seseorang yang akan mati sudah sepatutnya beramal secara
sungguh-sungguh untuk kehidupannya setelah mati; tetapi mengapa hampir
semua manusia berkelakuan seolah-olah hidup mereka di dunia tak akan
pernah berakhir?"
Orang yang memikirkan hal-hal
semacam ini lah yang dinamakan orang yang berpikir dan mencapai
kesimpulan yang sangat bermakna dari apa yang ia pikirkan.
Sebagian
besar manusia tidak berpikir tentang masalah kematian dan apa yang
terjadi setelahnya. Ketika mendadak ditanya,"Apakah yang sedang anda
pikirkan saat ini?", maka akan terlihat bahwa mereka sedang memikirkan
segala sesuatu yang sebenarnya tidak perlu untuk dipikirkan, sehingga
tidak akan banyak manfaatnya bagi mereka. Namun, seseorang bisa juga
"berpikir" hal-hal yang "bermakna", "penuh hikmah" dan "penting" setiap
saat semenjak bangun tidur hingga kembali ke tempat tidur, dan
mengambil pelajaran ataupun kesimpulan dari apa yang dipikirkannya.
Dalam
Al-Qur'an, Allah menyatakan bahwa orang-orang yang beriman memikirkan
dan merenungkan secara mendalam segala kejadian yang ada dan mengambil
pelajaran yang berguna dari apa yang mereka pikirkan.
"Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa
neraka." (QS. Aali 'Imraan, 3: 190-191).
Ayat di
atas menyatakan bahwa oleh karena orang-orang yang beriman adalah
mereka yang berpikir, maka mereka mampu melihat hal-hal yang menakjubkan
dari ciptaan Allah dan mengagungkan Kebesaran, Ilmu serta
Kebijaksanaan Allah.
Berpikir dengan ikhlas sambil menghadapkan diri kepada Allah
Agar
sebuah perenungan menghasilkan manfaat dan seterusnya menghantarkan
kepada sebuah kesimpulan yang benar, maka seseorang harus berpikir
positif. Misalnya: seseorang melihat orang lain dengan penampilan fisik
yang lebih baik dari dirinya. Ia lalu merasa dirinya rendah karena
kekurangan yang ada pada fisiknya dibandingkan dengan orang tersebut
yang tampak lebih rupawan. Atau ia merasa iri terhadap orang tersebut.
Ini adalah pikiran yang tidak dikehendaki Allah. Jika ridha Allah yang
dicari, maka seharusnya ia menganggap bagusnya bentuk rupa orang yang
ia lihat sebagai wujud dari ciptaan Allah yang sempurna. Dengan melihat
orang yang rupawan sebagai sebuah keindahan yang Allah ciptakan akan
memberikannya kepuasan. Ia berdoa kepada Allah agar menambah keindahan
orang tersebut di akhirat. Sedang untuk dirinya sendiri, ia juga
meminta kepada Allah agar dikaruniai keindahan yang hakiki dan abadi di
akhirat kelak. Hal serupa seringkali dialami oleh seorang hamba yang
sedang diuji oleh Allah untuk mengetahui apakah dalam ujian tersebut ia
menunjukkan perilaku serta pola pikir yang baik yang diridhai Allah
atau sebaliknya.
Keberhasilan dalam menempuh ujian tersebut, yakni dalam melakukan perenungan ataupun proses berpikir yang mendatangkan kebahagiaan di akhirat, masih ditentukan oleh kemauannya dalam mengambil pelajaran atau peringatan dari apa yang ia renungkan. Karena itu, sangatlah ditekankan disini bahwa seseorang hendaknya selalu berpikir secara ikhlas sambil menghadapkan diri kepada Allah. Allah berfirman dalam Al-Qur'an :
Keberhasilan dalam menempuh ujian tersebut, yakni dalam melakukan perenungan ataupun proses berpikir yang mendatangkan kebahagiaan di akhirat, masih ditentukan oleh kemauannya dalam mengambil pelajaran atau peringatan dari apa yang ia renungkan. Karena itu, sangatlah ditekankan disini bahwa seseorang hendaknya selalu berpikir secara ikhlas sambil menghadapkan diri kepada Allah. Allah berfirman dalam Al-Qur'an :
"Dia lah yang memperlihatkan
kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Nya dan menurunkan untukmu rezki dari
langit. Dan tiadalah mendapat pelajaran kecuali orang-orang yang
kembali (kepada Allah)." (QS. Ghaafir, 40: 13).
DIAMBIL DARI "BAGAIMANA SEORANG MUSLIM BERPIKIR?"
KARYA HARUN YAHYA, ROBBANI PRESS, INDONESIA,
KARYA HARUN YAHYA, ROBBANI PRESS, INDONESIA,
MENGATASI ANAK DIDIK PEMALU DENGAN BEBERAPA CARA EFEKTIF
Sikap pemalu pada anak-anak
bisa disebabkan banyak hal. Faktor yang paling dominan adalah pengaruh
dari lingkungan sekitar terutama orang tua. Sikap orang tua yang
terlalu mengekang dan memanjakan anak sangat berpotensi menjadikan anak
tumbuh dengan sifat pemalu. Oleh karena itu untuk mengubah anak agar
menjadi anak yang pemberani diperlukan peran aktif orang tua dan harus
dimaksimalkan serta pola pengasuhan harus diperbaiki.
Pada dasarnya
sikap pemalu adalah baik jika ia dikaitkan dengan perbuatan-perbuatan
yang tidak baik. Namun sikap pemalu akan menjadi tidak baik ketika anak
tidak memiliki keberanian untuk bersosialisasi dengan orang lain
ataupun anak malu untuk berbuat baik kepada orang lain. Jika para orang
tua sudah mulai menemukan beberapa ciri-ciri anak pemalu pada anaknya
maka sebaiknya hal tersebut harus segera diantisipasi.
Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi anak pemalu
1. Hindari memarahi anak di khalayak umum atau teman-temannya
Ada beberapa
penyebab yang membuat kita harus lebih bersabar ketika anak membuat ulah
di tempat umum. JIka anak membuat kesalahan di tempat umum maka hal
yang sebaiknya dihindari adalah memarahi anak atau melakukan tindakan
kekerasan kepada anak. Sebaiknya yang dilakukan adalah berkomunikasi
kepada anak dan tanyakan penyebabnya. Omelan dan marahan inilah yang
akan membuat anak menjadi penakut.
2. Mengeluh dengan mensifati anak pemalu
Tak sedikit
para orang tua yang sering mengucapkan anaknya pemalu di depan orang
lain. Biasanya hal ini terjadi ketika para orang tua saling bertemu
namun para anaknya malah bersembunyi di belakang punggung orang tua.
Janganlah mengeluhkan anak dan cobalah mengajak anak untuk ikut menyapa
dan berkomunikasi meskipun hanya sepatah dua patah kata. Hati-hati
dengan melabeli anak dengan sifat pemalu, karena hal itu bisa saja
menjadi doa untuk anak.
3. Membangun komunikasi yang intens dengan anak
Hal ini akan
lebih membantu anak untuk menyelesaikan sikap pemalunya. Bisa jadi anak
menjadi pemalu dikarenakan anak memiliki pengalaman buruk yang tidak
bisa ia atasi. Bisa jadi anak sering dibully teman-temannya ataupun
sering diejek ketika ia tampil di depan. Gali dan berikanlah solusi
agar anak bisa mengatasi rasa kurang percaya dirinya.
4. Memberikan semangat kepada anak
Orang tua harus
bisa memberikan support dan dukungan kepada anak. Jika anak melakukan
kegagalan maka janganlah memarahi anak. Berilah motivasi agar anak bisa
bangkit kembali. Memberikan motivasi kepada anak bisa dengan
membacakan cerita atau kisah-kisah inspiratif.
5. Mengajarkan sosialisasi kepada anak
Cara yang bisa
kita lakukan yaitu dengan sering mengajak anak bertemu dengan orang
lain. Acara-acara yang melibatkan orang banyak merupakan kesempatan
yang baik untuk membangun rasa berani pada anak dan mengikis secara
perlahan sifat pemalu anak. Selain itu hal yang harus dilakukan adalah
memberikan kesempatan kepada anak untuk bermain bersama teman-temannya
dan tidak mengekang anak di rumah.
6. Mengasah minat dan bakat anak
Hal ini penting
untuk dilakukan agar anak memiliki kelebihan dibandingkan
teman-temannya. Dengan anak memiliki kelebihan maka akan membangun rasa
percaya dirinya terutama di hadapan teman-temannya. Oleh karena itu
para orang tua harus bisa menemukan minat dan bakat yang dimiliki anak
untuk selanjutnya kita kembangkan dan diasah.
7. Memberikan keteladanan
Anak menjadi
pemalu bisa disebabkan karena sikap orang tua yang pemalu juga. Oleh
karena itu orang tua juga harus bisa bersikap berani sehingga tips-tips
berani yang dimiliki orang tua bisa ditularkan kepada anak. Anak
hanyalah meniru apa yang dilihat di sekelilingnya.
Sikap pemalu pada anak
harus bisa dikurangi sejak kecil agar anak bisa tumbuh secara dewasa
dan memiliki sikap sosial yang baik terhadap lingkungan sekitarnya.
Cara dan tips mengatasi anak yang pemalu bisa kita terapkan dalam lingkup keluarga.
SEJARAH DAN PERAN PONDOK PESANTREN
sejarah pendidikan agama Islam yang
independent, kemudian populer dengan jargon “Pesantren” sebenarnya merupakan sejarah tipologi Institusi Pendidikan
Islam yang usianya sudah mencapai ratusan tahun, para ahli sejarah mencatat
bahwa eksistensi pondok pesantren telah lahir jauh sebelum Republik Indonesia
dibentuk. Hampir di seluruh penjuru Nusantara, terutama di pusat-pusat Kerajaan
Islam telah banyak para ulama yang mendirikan pondok pesantren dan menelorkan
ratusan bahkan ribuan alumni yang mumpuni di medan perjuangan masyarakat beragama.
Sebagai Lembaga
Pendidikan Islam pertama yang mendukung keberlangsungan pendidikan Nasional,
Pesantren tidak hanya berkembang sebagai Lembaga yang isinya cuma ngaji dan
menelaah kitab salaf melulu, sekaligus juga berperan penting bagi
keberlangsungan komunitas yang mempertahankan tradisional sebagai wajah bagi
keaslian budaya Indonesia, disamping Lembanganya yang bercorak pribumi
(indegenous), pesantren juga mampu merekonstruksi budaya kemarut yang kian
menghantam jantung ideology masyarakat Indonesia. Maka
dalam Sejarahnya, perkembangan pesantren telah memainkan peran sekaligus
kontribusi penting dalam pembangunan Indonesia. Sebelum Kolonial Belanda masuk
ke Nusantara, pesantren tidak hanya berperan sebagai Lembaga Pendidikan yang
berfungsi menyebarkan ajaran Islam sekaligus juga mengadakan perubahan-perubahan
tertentu menuju keadaan masyarakat yang lebih baik (progresif). Sebagaimana
tercermin dalam berbagai pengaruh pesantren bagi kelancaran kegiatan politik
para raja dan pangeran di-Jawa, kegiatan perdagangan dan pembukaan pemukiman
daerah baru. Di saat Penjajah Belanda menduduki Kerajaan-Kerajaan di Nusantara,
pesantren malah menjelma sebagai pusat perlawanan dan pertahanan terhadap
Kolonial Belanda, Inggris, dan Jepang. Bahkan, pasca kemerdekaan tahun
1959-1965, pesantren masih dikategorikan sebagai ‘Alat Revolusi’ dan ‘Bahan
Peledak’ yang mampu menghancurkan kelancaran politik yang stagnan. Dan saat
memasuki orde baru, pesantren dipandang sebagai ‘potensi pembangunan’ negara
bagi masyarakat Indonesia.
Geneologi
ideology pesantren dapat dirujuk kepada tumbuh kembangnya pesantren yang cukup
panjang. Sebagai salah satu wujud entitas budaya, Pesantren ternyata mampu
survive mempertahankan diri ditengah kehidupan masyarakat modern dan kebangsaan
global sepanjang jaman. Awalnya, pesantren tumbuh sebagai simbol perlawanan
terhadap agama dan kepercayaan poliestik, khurafat dan takhayul. Kehadiran
Pesantren di tanah air selalu diawali dengan perang nilai antara “nilai putih”
yang dibawa Pesantren dengan “nilai hitam” yang telah mengakar kuat dalam
tradisi masyarakat Jawa. Sehingga pertarungan tersebut selalu dimenangkan pihak
pesantren sekalipun sinkretisasi antara kejawen dan ajaran Islam sulit
dibantahkan. Kapan dan dimana model pesantren pertama
kali didirikan masih terjadi perbedaan. Ada yang mengatakan bahwa pesantren
sudah ada sejak abad ke-16 M yang ditandai dengan munculnya karya-karya Jawa
klasik, seperti Serat Cabolek dan Serat Centini, sejak abad ke-16 M. di
Indonesia telah banyak dijumpai Lembaga-Lembaga yang mengajarkan pelbagai kitab
Islam klasik dan disiplin ilmu pengetahuan Islam seperti Fiqh, Aqidah, Tasawuf,
dan variable ilmu Islam yang universal. Di samping itu, ada pula yang
mengatakan bahwa sistem pendidikan pesantren tak lain dan tak bukan adalah
“jiplakan” dari sistem pendidikan Hindu-Budha pada abad ke-18 M. Dengan
demikian, sejak abad ke 19-20, model pendidikan pesantren mulai banyak
mengalami perubahan dipelbagai segi sosial sebagai konsekuensi logis dari
“muncratnya trend jaman” akibat terpengaruh globalisasi. Bahkan, tidak sedikit
akhir-akhir ini dari Lembaga-Lembaga Pesantren yang mulai menerjuni dunia
pendidikan sebagai alternative pembangunan bangsa kearah yang lebih baik .
Tidak
sedikit kontribusi yang diberikan Pesantren dalam pembangunan nation-state
selama ini. Tengoklah pada masa penjajahan, Pesantren telah memainkan
perlawanan dan mengambil posisi uzlah sebagai bentuk perlawanan sekaligus
pertahanan dari para penjajah. Sebab dari uzlah inilah sebuah pesantren mampu
mendapatkan stereotip dari Pemerintah Kolonial yang pada waktu itu
dikonotasikan sebagai Lembaga Pendidikan yang semrawut, sehingga banyak orang
yang tidak tahu secara jelas sampai mana batas-batas Lembaga Pendidikan
Pesantren apakah sebagai Lembaga Sosial, ataukah Lembaga Penyiaran Agama. Banyak
para Kyai yang kedudukannya juga ikut-ikut tidak jelas apakah peran mereka
sebagai guru, pemimpin spiritual, penyiar agama ataukah sebagai pekerja social,
sehingga masih banyak Lembaga Pesantren yang hingga detik ini tidak mendapat
stigmatisasi pendidikan, sistem evaluasi, metode pengajaran, dan sebagainya.
Karena
anggapan miris Pemerintah Kolonial pada waktu itu, maka Pesantren lebih
memprioritaskan diri untuk pengajaran fiqh-sufistik daripada hal-hal yang
berkaitan langsung dengan masalah keduniawian. Tentu saja prioritas ini
menimbulkan kerugian sekaligus keuntungan. Keuntungannya, pesantren menjelma
menjadi Lembaga Pendidikan yang berhasil mengembangkan pertahanan mental
spiritualitas, solidaritas, dan kesederhanaan hidup yang kokoh. Namun di sisi
lain, kerugian yang harus ditanggung pesantren ialah, pesantren seakan-akan
telah terlepas dari kehidupan nyata, tidak membumi, terlalu melangit ke akhirat
serta kurang mengapresiasi diri bahkan melupakan kehidupan duniawi.
Pada
masa pergerakan dan persiapan kemerdekaan saja, pesantren berperan sebagai
pusat perjuangan / gerilyawan seperti Hizbullah dan Sabilillah. Pada masa-masa
awal pembentukan Tentara Nasional Indonesia khususnya Angkatan Darat, banyak
berasal dari santri dan sedikitnya diwarnai oleh kultur santri. Banyak dari
para Kyai dan pengasuh pesantren menjadi pemimpin diplomasi yang cukup piawai
untuk menegakkan kemerdekaan Indonesia melalui penyusunan dasar-dasar institusi
negara. Meski saat itu, Lembaga Pendidikan Pesantren
masih menjadi Lembaga Pendidikan Agama yang bercorak fiqh-gnostik dan klinik
sosial-keagaman masyarakat.Pada abad ke-20, pesantren mampu mereposisi diri
kearah sistem pendidikan yang berorientasi ke arah masa depan dengan tanpa
menghilangkan tradisi-tradisi yang baik, dengan berpedoman kepada prinsip
“al-muhafadzah alâ al-qadîm ash-shalih wa al-akhd bî al-jadîd al-ashlah”. Sejak tahun 1970-an, Pesantren mulai mengidentifikasi kelemahan dan
kekurangan dengan berusaha mengadaptasi dan mengakomodasi perubahan-perubahan
khususnya di bidang pendidikan, perubahan pendidikan khususnya masalah
pendidikan meliputi orientasi pendidikan serta aspek-aspek administrasinya,
diferensiasi struktural dan ekspansi kapasitas bahkan transformasi kelulusan
yang berkenaan dengan nilai, sikap, dan perilakunya. Pondok Pesantren Lirboyo
yang terletak di kawasan Kota Kediri saja pada abad ke-20, mulai mengajarkan
pendidikan ketrampilan di pelbagai bidang. Seperti menjahit, pertukangan,
perbengkelan, peternakan, dan sebagainya.
Pendidikan
ketrampilan ini diberikan dengan tujuan supaya civitas pesantren memiliki
wawasan keduniawian sesuai profesi yang diinginkan melalui pendidikan
ketrampilan, santri tidak hanya fasih dalam hal-hal yang bersifat karitas
atau charitable, tetapi juga professional menghadapi hal-hal yang bersifat sekuler, pragmatis, dan kalkulatif.
Dengan
demikian, para sejarawan akhirnya berhasil menyimpulkan bahwa sejarah geneologi
sistem pendidikan ala pesantren sebenarnya dapat ditelusuri dari era sebelum
masuknya Agama Islam. Istilah pesantren yang berawal dari surau Sunan Ampel
dianggap oleh sebagian ahli sejarah sebagai tonggak eksistensi awal munculnya
bendera Lembaga Pendidikan Pesantren dalam rangka mentransfomasikan keilmuan
dan kebangkitan Islam di Indonesia. Berawal dari tempat inilah, Pesantren
menjelma sebagai Lembaga Pendidikan rakyat yang berorientasi mencetak agen-agen
perubahan dan pembangunan masyarakat.
Pesantren sebagai benteng spiritual
Di
samping sistem pendidikannya yang amat sederhana, di dalamnya juga terdapat
interaksi sosial antara Kyai atau ustadz yang berperan penting sebagai guru
bagi para santri dan telah menjadikan standar pendidikan yang cukup efektif
bagi keberlangsungan sumber daya manusia. Kyai, sebagai top leader (uswah) yang
menjadi pemimpin tunggal, aktif mengatur langsung komunitas yang diembannya,
mulai urusan para tamu, santri baru, penentuan kitab-kitab kajian hingga
berbagai aktifitas yang dijalankan dalam tubuh Pesantren. Bertambah banyaknya
santri, biasanya menjadikan Kyai menunjuk santri seniornya menjadi Lurah
Pondok. Melalui Lurah inilah, semua urusan Kyai didelegasikan. Sejarah
metodologi pendidikan salaf semacam ini tak ayal menempatkan Pesantren sebagai
“kerajaan-kerajaan kecil” (muluk al-thawaif, emiret), dimana antara satu
Pesantren dengan yang lain memiliki aturan dan aktifitas yang berbeda.
Kini, seiring dengan perkembangan waktu, Lembaga yang sering disebut-sebut
“tradisional” itu, memasuki era globalisasi dan milenium ketiga dan mendapat
sorotan cukup tajam. Masalahnya, meski dikatakan tradisional, toh kenyataannya,
Pesantren sampai sekarang masih tetap eksis, bahkan mendapat simpati dan animo
masyarakat luas. Terlebih lagi dalam merespon krisis berkepanjangan di
Indonesia. Hal ini tak lain karena “omongan” para ahli
sejarah yang memprediksikan bahwa keberadaan Pesantren di Indonesia merupakan
benteng pertahanan terakhir bagi spiritualitas Negara Kesatuan Repuplik
Indonesia maupun Umat Islam di negeri ini. Harus di akui bahwa sejarah
berdirinya republik ini tak lepas dari jasa para ulama alumnus pesantren,
begitu pula dengan lenyapnya komunitas serta gerakan pengacau Republik
Indonesia. Bagi umat Islam, melalui Pesantrenlah mereka berharap kontinuitas
estafet dakwah Islam terus dilanjutkan. Hilangnya Pesantren, berarti lenyapnya
para ulama (agamawan) serta orang-orang shalih. Kalau sudah demikian, maka
tinggal tunggu kehancuran keindahan spiritual agama tersebut. Sungguhpun saat
ini telah menjamur institusi pendidikan formal yang berlabelkan Islam, akan
tetapi out-put Lembaga mereka nyata-nyatanya tidak mampu menelorkan para ulama yang
menjadi pewaris para Nabi.
Apalagi jika menengok
sejarah penanaman nilai-nilai moral dan metodologi pendidikan salaf bernafas
religius sampai saat ini ternyata mampu membuktikan dirinya mempertahankan anak
bangsa dari erosi akhlaq dan dekadensi moral. Pembentukan
jati diri manusia yang ber-akhlakul karimah hingga terwujudnya insan paripurna
merupakan salah satu misi Lembaga-Lembaga Pesantren Salaf di Indonesia. Sikap
Kyai yang tulus, ikhlas, sabar, Tawakal (berserah
diri), tawadlu’ (hormat), jujur serta independensi merupakan dinamika energy
power bagi nilai-nilai luhur Bangsa dan Negara. Manusia-manusia tipe mereka
saat ini sungguh langka ditemukan. Padahal hanya dengan jiwa yang terpatri pada
nilai-nilai mulia itulah Bangsa Indonesia bisa terselamatkan dari dekadensi
moral serta penyakit-penyakit lain yang akan menyeret Bangsa ke dalam kondisi
“krisis” berkepanjangan, tidak mustahil jika nantinya terjadi big bang kehancuran
bagi umat manusia.
Sejarah
independensi Pesantren dari generasi ke generasi telah membuktikan betapa
kokohnya Lembaga-Lembaga ini dalam memikul beban meneruskan perjuangan Nabi dan
Rasul. Di tambah, dengan sejarah keberadaan Pesantren sebagai Lembaga
Pendidikan Islam tidak hanya berperan atas unsur politik dan ekonomi, tapi
lebih dari itu, ia hadir sebagai bentuk tingginya animo masyarakat atas keilmuan
para ulama salaf. Sejak era Kolonial sampai Kemerdekaan, keberadaan Pesantren
yang berdiri baik di wilayah pedesaan atau pinggiran, Demografis serta doktrin jihad yang diterapkan, menjadikan Pesantren tidak
hanya sebagai pusat pendidikan rakyat tetapi telah menjadi simbol kebudayaan
Bangsa Indonesia itu sendiri.
Nilai-nilai pesantren harus
diakui yang pada dasarnya, Pesantren
dibangun atas dasar keinginan bersama dua komunitas yang saling bertemu.
Komunitas santri yang ingin menimba ilmu sebagi bekal hidup dan kyia/guru yang
secara ihklas ingin mengajarkan ilmu dan pengalamannya. Relasi simbiosis
mutualisme ini saling melangkapi, santri dan Kyai merupakan dua entitas yang
memiliki kesamaan kesadaran dan bersama-sama membangun komunitas keagamaan yang
kemudian disebut Pesantren. Kyai, ustadz, dan santri hidup dalam satu keluarga
besar berlandaskan nilai-nliai Agama Islam yang dilengkapi dengan norma-norma.
Komunitas keagamaan
Pesantren berlandaskan oleh keinginan tafaqquh fî ad-dîn (mendalami ajaran Agama),
dengan kaidah yang menjadi dari gurunya, al-muhafadzah alâ al-qadîm ash-shalih
wa al-akhd bî al-jadîd al-ashlah (memelihara tradisi lama yang baik dan
mengambil tradisi baru yang lebih baik). Keinginan dan kaidah ini
merupakan nilai pokok yang melandasi kehidupan dunia pesantren. Suatu bentuk
falsafah yang cukup sederhana, tetapi mampu mentransformasikan potensi dan
menjadikan diri Pesantren sebagai agent of change bagi masyarakat. sehingga, eksistensi Pesantren identik dengan lembaga
pemberdayaan serta pengembangan masyarakat.
Selain kedua nilai
diatas, eksistensi pesantren menjadi kokoh karena dijiwai oleh panca-jiwa, seperti
jiwa keihlasan yang tidak pernah didorong oleh ambisi apapun untuk memperoleh
keuntungan tertentu, khsusnya material, melainkan karena semata-mata karena
beribadah kepada Allah. Jiwa keikhlasan
memanifestasikan dalam segala rangkaian sikap dan perilaku serta tindakan yang
dilakukan secara ritual oleh komunitas pesantren. Jiwa kiekhlasan ini dilandasi
oleh keyaqinan bahwa perbuatan baik pasti diganjar oleh Allah dengan sesuatu
yang tak bisa dilukiskan oleh akal.
Selain itu dalam budaya
Pesantren salaf juga telah terpatri jiwa kesederhanaan, kata ”sederhana” disini
bukan berarti pasif, melarat, miskin, dan menerima apa adanya, akan tetapi
lebih dari itu mengandung unsur kekuatan dan ketabahan hati, kemampuan
mengendalikan diri dan kecakapan menguasai diri dalam menghadapi kesulitan. Dibalik jiwa kesederhanaan ini tersimpan jiwa yang besar, berani, maju, dan
pantang menyerah dalam menghadapi dinamika sosial secara kompetitif. Jiwa
kesederhanaan ini menjadi baju identitas yang paling berharga bagi civitas santri
dan Kyai. Apalagi dengan adanya jiwa kemandirian yang peranannya mampu
mengurusai persoalan-persoalan internal pesantren, namun kesanggupan membentuk
Pesantren sebagai institusi pendidikan Islam yang independen, tidak
menggantungkan diri kepada bantuan dan pamrih pihak lain. Pesantren dibangun
diatas pondasi kekuatan sendiri sehingga banyak dari mereka yang benar- benar menjadi merdeka, otonom, dan
mandiri. Di dalam budaya Pesantren salaf, biasanya
ada jiwa kebebasan dalam mengandalkan civitas Pesantren sebagai manusia yang
kokoh dalam memilih jalan hidup dan masa depannya, hanya dengan jiwa besar dan
sikap optimis inilah maka dalam lembaran sejarahnya, Pesantren mampu
mengahadapi segala problematika kehidupan umat manusia dengan dilandasi
nilai-nilai Islam. Kebebasan ini juga berarti sikap kemandirian yang tidak
berkenan didikte oleh pihak luar dalam membangun orientasi kepesantrenan dan
kependidikan. Sehingga muncullah jiwa jiwa lain seperti ukhuwwah Islamiyyah,
jiwa ini memanifesatasi dalam keseharian civitas Pesantren yang bersifat
dialogis, penuh keakraban, penuh kompromi, dan toleransi. Jiwa ini mematri
suasana sejuk, damai, saling membantu, senasib dan saling mengharagai bahkan
saling mensupport dalam pembentukan dan pengembangan idealisme santri.
Semua itu menjadikan Pesantren tetap “bernilai” dan mampu eksis sepanjang
sejarah kehidupan dan dinamika jaman. Globalisasi teknologi industry yang
massif dan mendunia tidak menggoyahkan eksistensi Pesantren sebagai penjaga
sekaligus pelestari nilai-nilai luhur.
Dikarenakan
Pesantren hanya tergantung terhadap kebenaran mutlak (Tuhan) yang diaktualisasi dalam fiqh-sufistik yang berorientasi kepada
amalan ukhrawiy, maka kebenaran didalamnya relative bersifat empiris pragmatis
dalam memecahkan beragam persoalan kehidupan sesuai dengan hukum agama. Semua
aktivitas Pesantren selalu mengacu kepada keseimbangan antara ukhrawiy dan
duniawi. keimanan ciri has Pesantren senantiasa memanifestasikan setiap perilaku, sikap, dan tindakan sehari-hari. karena itulah, identitas kyai dan santri menjadi sesuatu yang layak diteladani bagi setiap pengembangan masayarakat secara utuh.
Nilai
kemandirin yang menjadi pondasi eksistensial pesantren merupakan nilai utama
paling signifikan bagi perubahan sosial dan budaya yang otonom. Dengan
kemandiriannya, Pesantren telah mampu menjelma sebagai creative cultural makers
dan figure sang kyai sangat penting dalam kehidupan bermasyrakat. Sehingga,
profesi Kyai selain sebagai pengasuh Pondok juga sebagai tokoh masyarakat, mediator,
dan pialang. Kenyatan semacam ini tentu saja disebabkan Kyai mempunyai
integritas keilmuan tinggi yang mampu mempriteksi kesadaran masyarakatnya
sehingga terbentuk komunitas keagamaan dan budaya kemandirian. Dengan
kemandiriannya pula, Pesantren mampu terlepas dari jerat-jerat dependensi dan
hegemoni pihak lain.
Institusi Pendidikan yang komprehensif rentang waktu yang kian panjang mengantarkan berbagai Pondok pesantren
mengalami perubahan yang amat signifikan, baik di teropong dari metodologi
pendidikan maupun mekanisme struktur pondok pesantren yang diterapkannya. Jika
dahulu Pesantren hanya menggunakan sistem bandongan kini telah banyak
menggunakan sistem modern. Jika dahulu banyak Pesantren yang masih bergelut
dalam khazanah kutub as-salaf sebagai kurikulum pendidikan, kini telah banyak
di antara pesantren (meskipun sebagian besar juga belum) yang memasukkan
pelajaran umum sebagai kurikulum dalam metodologi pendidikannya, pembaharuan
ini tentu saja dinilai sebagai eksistensi Pesantren dengan harapan bahwa kelak
para alumninya mampu menggembleng masyarakat dengan berbagai kedisiplinan ilmu
yang membumi. Meski di lain pihak, banyak pula sebagian pesantren yang masih
memegang teguh corak stagnasi pendidikan salaf (konservatif dan cenderung
eksklusif), dengan harapan mampu menjaga ke-orisinal-an substansi pendidikan
pesantren seperti yang diinginkan para pendahulunya.
Pondok Pesantren Lirboyo yang berareal di kawasan kota Kediri merupakan satu diantara ribuan Pesantren yang hingga kini masih tetap percaya diri memegang teguh corak dinamisasi metodologi pendidikan salafnya. Fenomena ini bukan berarti Pondok Lirboyo antipati terhadap perkembangan modernisasi zaman, terbukti, meski masih memegang teguh corak pendidikan salaf, Pondok Lirboyo banyak mengadakan variable rekonstruksi kegiatan ekstrakulikuler berupa pendidkan bahasa Inggris, Komputer, jurnalistik dan berbagai macam dinamisasi modern yang marak di tengah masyarakat dunia. Wallahu A’lam.
Pondok Pesantren Lirboyo yang berareal di kawasan kota Kediri merupakan satu diantara ribuan Pesantren yang hingga kini masih tetap percaya diri memegang teguh corak dinamisasi metodologi pendidikan salafnya. Fenomena ini bukan berarti Pondok Lirboyo antipati terhadap perkembangan modernisasi zaman, terbukti, meski masih memegang teguh corak pendidikan salaf, Pondok Lirboyo banyak mengadakan variable rekonstruksi kegiatan ekstrakulikuler berupa pendidkan bahasa Inggris, Komputer, jurnalistik dan berbagai macam dinamisasi modern yang marak di tengah masyarakat dunia. Wallahu A’lam.